"Pergumulan tidak akan pernah sirna, akan tetapi HARAPAN selalu menguatkan manusia untuk menata hidup yang lebih baik."

Terimakasih atas kunjungan anda.

Halaman

~ Susunan dan Personalia

Susunan dan Personalia BPMK-Makassar gereja Toraja masa bakti 2007-2012

Ketua : Pdt. D. Y. Saranga, STh
Ketua I : Pnt. M. D. Tandira’pak, SH, MH
Ketua II : Pdt. Markus Lolo, MTh
Ketua III : Pnt. Ny. Ch. Sumule Malik
Sekretaris : Pnt. Drs. S. T. Madethen
Wakil Sekretaris : Pnt. Yulius Lobo, SH
Bendahara : Pnt. Ny. Yohana Tikupadang

Susunan dan Personalia BVMK-Makassar gereja Toraja masa bakti 2007-2012

Ketua : Pnt. Yulianus Sampe, SE, M.Si (Ak)
Sekretaris : Pnt. Mathius Nanthan, SH
Anggota : Pnt. Drs. J. L. Tikupadang
Sym. Anthonius Tangkeallo, SE
Pnt. Drs. Simon Pade

~ GBPP Klasis Makassar-Gereja Toraja 2008-2012

Lampiran Keputusan Persidangan Klasis Makasaar
Nomor : 09/Kep/PXLIIKM-GT/XI/2007


I . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan kemajuan atau keberhasilan pembangunan di segala bidang, kompleksitas kebutuhan atau tuntutan pembangunan juga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kenyataan ini dihadapi oleh semua organisasi atau lembaga, baik yang kecil maupun yang besar, termasuk organisasi atau lembaga keagamaan. Hal ini mengindikasikan tentang pentingnya suatu perencanaan jangka panjang dan jangka menengah untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi yang ada dan sekaligus mengantisipasi hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam upaya pencapaian tujuan organisasi atau lembaga secara efektif. Pola kerja yang hanya berorientasi pada upaya penanggulangan masalah-masalah yang sudah dan atau sedang dihadapi, akan berimplikasi pada ketidakmampuan organisasi atau lembaga mengejar kebutuhan dan tuntutan pembangunan, sehingga tidak mungkin lagi dipertahankan.

Bertolak dari pemahaman tentang hal yang dimaksudkan di atas inilah maka sejak SSA XX di Rantelemo, telah disepakati tentang pentingnya Penyusunan Garis Besar Program Pengembangan Gereja Toraja yang disahkan pada setiap persidangan Sinode Am untuk dipedomani oleh semua penyelenggara aktivitas pelayanan dalam lingkup Gereja Toraja untuk lima tahun berikutnya. Kesepakatan ini telah ditidaklanjuti dalam SSA XXI dan SSA XXII, yang diharapkan juga diikuti oleh persidangan pada aras sinode wilayah (ketika masih ada), klasis dan Jemaat, mendahului awal masa bhakti pelaksana keputusan persidangan periode berikutnya.

Garis Besar Program Pengembangan Klasis Makassar Gereja Toraja (GBPP-KMGT) 2008-2012 ini disusun sebagai penjabaran atau tindak lanjut dari keputusan SSA XX, dengan memperhatikan perjalanan iman dan hasil analisis kondisi kekinian jemaat-jemaat se-Klasis Makassar selaku suatu persekutuan, serta tetap mengacu pada Garis Besar Program Pengembangan Gereja Toraja. GBPP-KMGT ini merupakan suatu konsep yang masih bersifat sangat umum, dan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam penyusunan program pelayanan Klasis Makassar untuk lima tahun ke depan, dan juga diharapkan dapat menjiwai penyusunan program pelayanan pada semua jemaat yang berada dalam lingkup Klasis Makassar.

B. Maksud

GBPP-KMGT dimaksudkan sebagai arah kebijakan program pengembangan Klasis Makassar Gereja Toraja 2008-2012 dan sebagi acuan bagi para pelaksana keputusan secara bersama-sama pada aras klasis ataupun secara sendiri-sendiri pada aras jemaat, agar keputusan-keputusan yang merupakan manifestasi dari kebersamaan dan kebersesamaan dapat diselenggarakan secara terkoordinasi, terpadu, utuh, dan menyeluruh.

C. Tujuan

Garis Besar Program Pengembangan Klasis Makassar Gereja Toraja 2008-2012 ini disusun di bawah sorotan Tema ’Berubahlah oleh Pembaruan Budimu’ dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menetapkan landasan konseptual yang menghubungkan Garis Besar Program Pengem- bangan Gereja Toraja dengan praktek pelayanan jemaat-jemaat Gereja Toraja dalam lingkup Klasis Makassar, baik secara internal jemaat dan antar jemaat se-Klasis Makassar, maupun secara lintas Klasis se-Gereja Toraja ataupun lintas denominasi dan agama
2. Memelihara kesinambungan dan keserasian pelayanan Jemaat-Jemaat Gereja Toraja se-Klasis Makassar dalam rangka pencapaian tujuan pelayanan secara efektif dan efisien.
3. Menyiapkan acuan atau pedoman bagi penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi rencana kegiatan pelayanan Badan Pekerja Klasis, Unit Kerja dan jemaat-jemaat Gereja Toraja dalam lingkup Klasis Makassar untuk masa bhakti 2008-2012.


II. PERJALANAN IMAN WARGA GEREJA TORAJA SE-KLASIS MAKASSAR

A. Selintas tentang Jemaat Cikal Bakal Klasis Makassar

Resort Pelayanan
Makassar ditetapkan sebagai salah satu wilayah pelayanan Konferensi Para Zendeling dan berada di bawah resort pelayanan Ma’kale-Sangalla’, sejak 1928 (Pdt. A. J. Anggui dalam Majalah Sulo tahun 2006). Hal itu didasarkan pada adanya permintaan dari Perserikatan Toraja di Makassar yang sudah sering mengadakan kebaktian keluarga Toraja, walaupun belum teratur secara periodik. Pada bulan Oktober 1928, Ds D.J.van Dijk sudah melayani Baptisan dan Perjamuan Kudus di kalangan orang-orang Toraja yang ada di Makassar. Pada tahun 1928 itu, pertemuan-pertemuan berkala sudah diadakan pada setiap hari Selasa malam di rumah seorang anggota pengurus yakni P.Ruruk, seorang juru tulis pada Kepolisian di Makassar. Rumah yang ia tempati terletak di 2 deRenggang weg. Pertemuan hari Selasa malam sering dilayani oleh J.F.Pelupassy, seorang pendeta bantu dari Gereja Protestan di Makassar. Beliau juga mengajarkan katekisasi, karena banyak anggota kristen yang sudah menerima baptisan kudus namun belum memperoleh pemahaman yang cukup tentang iman kristen.

Perserikatan Toraja
Dari daftar anggota Perserikatan Toraja yang dilampirkan pada surat yang dikirim oleh Pengurus ke Konferensi Zendeling di Rantepao pada bulan Juni 1929, ternyata bahwa yang terdaftar sudah 241 orang, baik laki-laki maupun perempuan. Daerah asal mereka yang tercatat adalah Rantepao, Mamasa, Suppiran, Ranteballa, Makale. Dari segi agama, ada yang Protestan, Katolik, dan Islam. Dari segi pekerjaan, tercatat antara lain guru, anggota polisi, jongos, babu, tukang, sopir, opas, dan mandor.

Surat edaran yang dikeluarkan mereka bulan Juni 1929 ditandatangani oleh P. Ruruk asal Makale, K.Kadang asal Rantepao, Benyamin asal Makale, K.Kasewa asal Mamasa, A.S.Turu asal Ranteballa. (Dari tanda tangannya, jelas terbaca A. Situru). Surat edaran mereka tidak hanya ditujukan kepada para zendeling tetapi juga kepada parengnge’-parengnge’ dan para pemimpin masyarakat lainnya di daerah asal mereka. Mereka meminta agar mereka dibantu membeli atau membangun sebuah rumah yang berfungsi, “Passanggrahan dan Perhimpunan Orang-orang Toraja Kristen”. Maksud pengadaan passanggrahan tersebut adalah sebagai rumah transit bagi mereka yang baru tiba di Makassar, karena banyak di antara mereka yang datang di Makassar tetapi belum tahu mau tinggal dimana.

Dukungan Pendanaan
Keinginan mereka itu mendapat sambutan yang baik dilihat dari daftar penyumbang. Dari 47 penyumbang, terdapat nama-nama antara lain Zending Mamasa, Zending Rantepao-Makale, Puang Sangngalla’, Puang Ma’kale, Parengnge’ Talion, Parengnge’ Nanggala, Perengnge’ Pangngala’, Parengnge’ Kesu’, dan lain-lain. Mulai awal tahun 1929, Zending Mamasa dan Zending di Makale dan Rantepao telah menyepakati bahwa pelayanan di kalangan orang-orang Toraja di Makassar dilayani bersama. Biaya yang bersangkut-paut dengan pelayanan itu dua pertiganya ditanggung oleh Zending dari Makale dan Rantepao dan sepertiganya oleh zending Mamasa (Ds.A.Bikker). Selain itu, biaya juga disumbangkan secara teratur oleh Gereja Protestan di Makassar dan zendling yang melayani di Poso.

Seorang tenaga guru asal Maluku ditempatkan oleh Konferensi Zendeling (GZB) di Makassar atas usul Ds.A.Bikker yakni guru A.Siahainenia yang dimutasi dari Uluwai. Guru A.Siahainenia melayani sebagai guru Injil di Makassar sampai dengan tahun 1935. Pelayanan kependetaan dipercayakan kepada Ds.A.Bikker dari Mamasa. Kerja sama antara kedua Badan Zending ini berlangsung sampai tahun 1955, dalam bentuk jemaat Gereja Toraja Makassar. Pada tahun 1955, sebahagian besar warga Gereja Toraja Makassar yang berasal dari Mamasa mendirikan jemaat sendiri yang berlokasi di jalan Gunung Salahutu dan bergabung pada Gereja Toraja Mamasa.

Pentahbisan Rumah
Dalam hal mencari lokasi di Makassar, diadakan pertemuan di rumah P.Ruruk yang beralamat di 2 de Renggang weg (Kampung Pisang) pada 29 Juli 1929 yang dihadiri sekitar seratus orang bersama Ds.A.Bikker. Mereka menginginkan agar lokasi pembangunan tetap di Kampung Pisang dan kalau dapat di tempat P.Ruruk tinggal. Lokasi dan rumah tersebut bukan kepunyaan P.Ruruk, melainkan kepunyaan Martodirejo yang disewa oleh P.Ruruk.

Pada 27 Januari 1930, rumah tersebut dibeli bersama lokasi yang merupakan tanah negara (erfpacht) seharga f 650,- yang dibayar dari hasil sumbangan berbagai pihak melalui les. Pembangunan Gedung Pertemuan dan Passangrahan dimulai pada Januari 1931 dan ditahbiskan pada hari Senin, 1 Juni 1931. Pentahbisan dihadiri oleh utusan-utusan zendeling yang baru selesai mengadakan rapat luar biasa tanggal 29 Mei 1931 dari Dewan Zendeling Makassar yang dibentuk tanggal 24-27 Maret 1931. Dewan Zendeling Makassar ini beranggotakan Badan-badan Zending yang melayani di Posos, Kolaka, Mamasa, Makale-Rantepao, Sumba, Timor, Donggal (Bala Keselamatan), Gereja Protestan Makassar dan pada 29 Mei 1931 bergabung juga Kemah Injil dan Gereja Gereformeerd dari jemaat Surabaya.

Dalam acara penahbisan Torajahuis (Rumah Toraja) pada 1 Juni 1931 tersebut para utusan Zendeling GZB menyumbangkan ukiran-ukiran Toraja yang kemudian diuangkan melalui lelang, membantu biaya pembangunan rumah tersebut.

Fasilitas Transit
Nama rumah Passanggarahan dan Perhimpunan Toraja itu kemudian hari lebih dikenal sebagai “Banua Porimpunganna Toraya” (dialek Mamasa) yang bergabung dengan gedung gereja Maros sampai dengan tahun 1951 dan telah merupakan rumah kos dan rumah transit dari banyak orang Toraja yang datang atau berstudi di Makassar antara lain Pdt.J.Lebang, Ulia Salurapa’, dan Masallo’ Sarungallo.

Pemekaran Jemaat dan Pembentukan KUK Makassar
Atas desakan anggota-anggota jemaat, Majelis Gereja Toraja Makassar mengadakan rapat pleno pada tanggal 28 Februari- 2 Maret 1964 dengan keputusan memekarkan Gereja Toraja Makassar menjadi tiga jemaat yaitu:
a. Gereja Toraja Jemaat Makassar bahagian Utara dengan gembala Bpk B.D.Bijang, S.Th
b. Gereja Toraja Jemaat Makassar bahagian Tengah dengan gembala Bpk Ds. J.Sumbung dan Bpk J.Matana
c. Gereja Toraja Jemaat Makassar bahagian Selatan dengan gembala Bpk Ds.D.Siahaija dan Bpk J.Tanga
Walaupun sudah terbagi tiga jeamat, namun pengelolaan keuangan dan administrasi masih terpusat di Gereja Toraja Makassar di jalan Gunung Bawakaraeng No.17. Demikian juga kemajelisan masih menggunakan nama Majelis Gereja Toraja Makassar.

Pada tanggal 21 Agustus 1964, Majelis Gereja Toraja Makassar melaksanakan rapat pleno dengan keputusan :
a. Membentuk badan yang disebut KOMISI USAHA KLASIS MAKASSAR (KUK) Makassar dengan tugas : mengkoordinir ketiga jemaat, mengawasi keuangan, dan mewakili ketiga jemaat untuk urusan-urusan keluar.
Personalia KUK-Makassar adalah sebagai berikut :
Ketua I : Ds.D.Siahaija
Ketua II : B.D.Bijang, S.Th.
Sekretaris I : Ds.J.T.Manapa, S.Th.
Sekretaris II : M.C.Rawung
Bendahara : J.T.Layuk Allo
Anggota : Ds.J.Matana dan D.Tanga
Tatausaha : J.Tangdibali
b. Cabang Kebaktian di Batua (Tello) dan Daya, Asrama Jon. 700 RIT termasuk wilayah pelayanan Gereja Toraja Jemaat Bahagian Utara.
c. Pdt. J. Matana diutus melayani anggota Jemaat Kristen Tonasa, dan juga warga jemaat luar kota bahagian timur lainnya (Maros, Pangkep, Tjamba dan sekitarnya)
d. Pdt. D. Tanga melayani jemaat luar kota bahagian selatan.

B. Dari Persidangan ke Persidangan (lihat hal 50-61 buku himpunan keputusan)

III. ANALISIS KONTEKS KEKINIAN KLASIS MAKASSAR

Klasis Makassar saat ini (akhir Tahun 2007) memiliki anggota sekitar 6.000 Kepala Keluarga dan lebih dari 32.000 jiwa, yang terhimpun dalam 26 Jemat dan menyebar di lima wilayah administrasi kabupaten / kota. Dengan jumlah anggota sebanyak ini, Klasis Makassar merupakan klasis terbesar diantara 80 klasis yang ada dalam lingkup pelayanan Gereja Toraja. Selain itu, pusat pelayanan Klasis Makassar, yaitu Kota Makassar, yang adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dan segaligus merupakan pusat pelayanan Kawasan Timur Indonesia, memiliki posisi strategis sebagai daerah transit bagi warga Gereja Toraja yang mau bepergian meninggalkan Tana Toraja untuk berbagai tujuan, dan juga bagi mereka yang akan kembali ke Tana Toraja, baik karena tugas, liburan dan tujuan-tujuan yang bersifat temporer lainnya maupun bagi mereka ingin menghabiskan hari tuanya di Tanah Toraja.

Selaku klasis terbesar dengan pusat pelayanan yang memiliki lokasi strategis, Klasis Makassar selama ini telah berperan sebagai salah satu pendukung utama aktivitas pelayanan Gereja Toraja, baik secara langsung mapun tidak langsung. Untuk masa mendatang peran ini diharapkan dapat berlanjut atau jika mungkin lebih ditingkatkan lagi. Dengan pertolongan Sang Kepala Geraja, kesinambungan dan atau peningkatan peran termaksud sangat mungkin diwujudnyatakan, melalui peningkatan penghayatan seluruh warga Gereja Toraja dalam lingkup Klasis Makassar tentang hakekat warga gereja dan jemaat sebagai anggota Tubuh Kristus. Hanya melalui peningkatan penghayatan tentang hakekatnya, kebersaman dan kebersesamaan warga gereja dan jemaat-jemaat akan dapat ditumbuhkembangkan yang dinampakkan melalui tindakan-tindakan nyata untuk saling memperlengkapi atau saling memberdayakan dalam pelaksanaan misi dan tugas panggilan gereja.

Untuk mewujud-nyatakan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, segenap warga Gereja Toraja dalam lingkup pelayanan Klasis Makassar perlu memahami talenta atau potensinya, serta peluang dan tantangan yang diperhadapkan oleh lingkungannya. Selanjutnya, berdasarkan pemahaman tentang potensi beserta peluang dan tantangan tersebut, dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan dan program-program pendayagunaan potensi dan peluang yang ada yang diharapkan dapat bermuara pada terbangunnya kebersamaan dan kebersesamaan guna terwujudnya keutuhan Tubuh Kristus yang membawa damai sejahtera bagi semua.
Berikut ini disajikan. secara garis besar, hasil identifikasi potensi (kekuatan dan kelemahan), dan kondisi lingkungan (peluang dan tantangan) Klasis Makassar.

A. KEKUATAN DAN KELEMAHAN

1. Warga Gereja Toraja
Kekuatan

1. Jumlah anggota yang banyak dan menyebar
2. Meningkatnya minat sebagian warga jemaat mengikuti kegiatan pembinaan
3. Sejumlah warga gereja yg memiliki potensi/kemampuan telah memperli-hatkan komitmennya untuk mendu-kung program-program pembangunan
4. SDM warga gereja terus mengalami peningkatan dan menempati posisi strategik dalam masyarakat
5. Warga jemaat semakin majemuk dalam berbagai aspek
6. Kegairahan warga jemaat dlm meng-hadiri ibadah-ibadah secara umum semakin meningkat
7. Warga muda dlm jemaat (anak-anak, remaja, dan pemuda) merupakan bagian terbesar

Kelemahan
1. Database jemaat-jemaat belum tergarap secara optimal
2. Program PWG (pembinaan SDM) belum / masih kurang memadai
3. Terdapatnya sejumlah besar potensi warga yang belum dikelola dan didayagunakan secara optimal bagi pengembangan jemaat yang misioner
4. Moralitas, spiritualitas, dan etos kerja belum berkembang secara optimal
5. Kemampuan menghargai perbedaan masih terbatas sehingga perbedaan-perbedaan yang ada potensial menjadi sumber konflik
6. Pemahaman dan penghayatan isi Alkitab kurang memadai dan belum merata
Ada kesenjangan antara ibadah ritual dengan praktik hidup sehari-hari
7. Pola pelayanan yang dikembangkan belum sepenuh-nya menjawab kebutuhan warga muda gereja.

2. Konsepsi dan Tradisi

Kekuatan
1. Gereja Toraja telah memiliki rumusan PGT dan TGT sebagai pedoman kehidupan bergereja
2. Keyakinan akan kepastian kese-lamatan
3. Kuatnya ikatan kultural antar warga jemaat
4. Keterlibatan dalam gerakan eku-menis tetap konsisten

Kelemahan
1. Pemahaman PGT dan TGT warga jemaat belum merata sehingga pemaknaan dan penerapannya oleh sebagian warga jemaat terkadang kurang tepat
2. Pola kehidupan eksklusifisme cenderung berkem-bangkan pada sebagian warga jemaat / jemaat
3. Ikatan kultural belum dimanfaatkan secara optimal dalam membangun persekutuan, kesaksian, dan pela-yanan gereja (transformasi)
4. Pemahaman sebagian warga jemaat tentang denominasi (aliran) lain belum optimal

3. Pelayan dan Kepemimpinan

Kekuatan 1. Jumlah tenaga pelayan cukup besar
2. Potensi Majelis Gereja cukup beragam dan dapat saling melengkapi dalam mendukung pelayanan
3. Tingginya komitmen pengurus OIG mendukung pelayanan
4. Sebagian besar pendeta Gereja Toraja masih berusia muda
5. Meningkatnya jumlah warga jemaat yang bersedia menjadi anggota majelis gereja
6. Cukup banyak tenaga muda yang potensial menjadi pemimpin

Kelemahan
1. Sebagian pelayan gerejawi belum memperlihatkan keteladanan dan komitmen secara maksimal
- Sebagian khotbah belum kontektual
- Pelayanan pastoral masih kurang mendapat perhatian
- Kurangnya semangat meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan
2. Keragaman potensi Majelis Gereja belum dikelola secara maksimal
3. Kurangnya tenaga pelayan /pemimpin yang memberi diri untuk pelayanan /pembinaan OIG
4. Ada kecenderungan kurang mampu memper­lihatkan perilaku keterpanggilan dan kepelayanan
- Rendahnya kemampuan pengendalian diri pada sebagian pelayan
5. Kurang pemahaman tentang ‘panggilan sebagai pelayan’, sehingga sebagian majelis gereja lebih memaknai kemajelisan sebagai simbol status sosial
- Sebagian majelis gereja kurang memperlihatkan spiritualitas keteladanan
6. Program-program pengembangan SDM muda belum memadai

4. Organisasi dan Kelembagaan

Kekuatan
1. Jumlah jemaat tergolong besar, yaitu 26 jemaat 2. Sejumlah produk keputusan tentang kehidupan bergereja dan berjemaat telah ditetapkan secara bersama-samal
3. Badan Pelaksana telah didukung oleh sejumlah unit kerja dengan personil-personil yang sebenarnya cukup potensil
4. Tersedia lembaga pendidikan dan lembaga pelayanan kesehatan yang berada pada lokasi strategis
5. Adanya OIG sebagai wadah pelayanan kategorial 6. Telah adanya Komisi Pengembangan Informasi dan Komunikasi

Kelemahan
1. Cenderung berkembangnya egoisme dan prilaku eks-klusivisme pada sebagian jemaat
- Terdapatnya jemaat-jemaat yang secara permanent tidak bisa mandiri dalam ketenagaan dan pendanaan
2. Belum dilaksanakannya secara optimal sejumlah keputusan oleh jemaat-jemat
3. Sebagian unit kerja belum berperan / berfungsi secara optimal
4. Masih rendahnya appressiasi warga jemaat terhadap milik sendiri
5. Pelayanan dan pembinaan kategorial blm terlaksana secara konseptual, terintegrasi dan berkesinambungan
6. Komunikasi dan pertukaran informasi antar-jemaat belum berjalan secara optimal

5. Aset, Keuangan dan Fasilitas

Kekuatan
1. Memiliki sejumlah aset, baik berupa warisan maupun hasil pengembangan jemaat / badan / lembaga
2. Persembahan warga jemaat semakin meningkat 3. Kemampuan keuangan sebagian jemaat besar sudah dapat membiayai aktivitas pelayanannya 4.Tersedia gedung yang dapat dijadikan pusat pelayanan dan pembinaan

Kelemahan
1. Belum semua aset dimanfaatkan secara maksimal ,...
2. Belum adanya Petunjuk Teknis Pengelolaan Keuangan Jemaat
- Masih rendahnya (kurang tepatnya) pemahaman sebagian warga (termasuk majelis gereja) tentang makna persembahan termasuk pemberian jaminan hidup dan fasilitas yang layak kepada pendetanya 3. Kemampuan keuangan beberapa jemaat belum dapat membiayai aktivitas pelayanannya 4. Pengelolaan belum optimal
- Sarana pendukung belum memadai
- Minat warga untuk memanfaatkan sKemampuan keuangan sebagian jemaat besar sudah dapat membiayai aktivitas pelayanannya
arana ini masih sangat kurang

B. PELUANG DAN TANTANGAN

1. Aras Lokal
Peluang 1.Pusat pelayanan KM-GT berlokasi di Ibukota Provinsi, yang menawarkan berbagai kemudaan dalam mengakses informasi
2.Tersedianya berbagai prasarana dan sarana pengembangan SDM
3.Tersedianya SDM Pembina pada hampir semua bidang
4.Pluralitas masyarakat setempat yang merupakan lingkungan strategis untuk bersaksi dan melayani
Tantangan
1. Tidak semua informasi yang dapat diperoleh berdampak positif pada pembangunan jemaat dan masyarakat
2. Belum tersedia data yang akurat tentang kondisi sarana-prasarana, dan belum terjalin kondinasi yang baik dengan para pengelola sarana-prasarana
3. Belum tersedia data yang akurat tentang spesialisasi dan spssifikasi tentang SDM pembina
4. Warga Jemaat di sejumlah tempat mengalami hambatan dalam memperoleh izin membangun Rumah Ibadah
Adanya beberapa denominasi yang proaktif mem-pengaruhi anggota GT untuk berpindah gereja
2. Aras Nasional
Peluang 1. Semakin terciptanya ikim demokrasi yg membuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk berpendapat dan berperanserta dalam pembagunan
2. Otonomi daerah memberi peluang untuk pengembangan potensi daerah secara maksimal 3. Reformasi telah menyadarkan semua pihak tentang ekses dan dampak buruk korupsi, kolusi, dan nepotisme
4. Kemajuan teknologi komunikasi informasi dpt memudahkan interaksi antarmanusia
5. Semakin lancarnya transportasi dan mobilisasi penduduk
6. Sumber Daya Alam cukup tersedia
7. Kemajemukan etnis, budaya, agama, ras, dan golongan memperkaya kehidupan bersama
8. Dasar negara Pancasila yang menjamin kelangsungan NKRI
Tantangan

1. Mengemukanya anarkisme, premanisme, dan radikalisme
2. Suburnya primordialisme, sukuisme, fanatisme daerah
- Menipisnya semangat nasionalisme
- Dikhotomi penduduk asli-pendatang
3. Kebebasan yang tidak terkendali
4. Berubahnya nilai-nilai yg menimbulkan krisis identitas
- Menipisnya relasi antarpersonal
- Makin canggihnya modus kejahatan
- Makin beragam dan meningkatnya dampak negatif media
- Maraknya penyalahgunaan NAPZA dan maraknya praktik seks bebas
5. Rentan konflik sosial
- Meluasnya kejahatan pengedaran NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya)
6. Eksploitasi Sumber Daya Alam tak terkendali
- Eko sistem terganggu
7. Dikhotomi mayoritas-minoritas
- Terganggunya hubungan antarkomponen bangsa
8. Lahirnya sejumlah peraturan perundang-undangan yang sektarian dan diskriminatif


3. Aras Global
Peluang 1. Globalisasi menawarkan banyak pilihan, kebebasan berkreasi, dan peluang berkompetisi
2. Terbuka kesempatan yang semakin luas untuk mengembangkan SDM 3. Arus informasi melalui wahana dan sarana komunikasi yang canggih menyu-guhkan berbagai informasi 4. Berkembangnya budaya global 5. Dominasi paradigma ekonomi pasar 6. Proses demokratisasi semakin berkembang 7. Transformasi sosial
Tantangan
1. Rumitnya pilihan yang diperhadapkan sehingga sulit memilih secara tepat
- Cepatnya perubahan dan perkembangan IPTEK yang melemahkan semangat berkreasi
- Tampilnya pesaing-pesaing yang lebih hebat
2. Persaingan semakin ketat
3. Arus informasi begitu kompleks dan cepat sehingga perlu kemampuan menyaring informasi yang bermanfaat
4. Krisis identitas
5. Berkembangnya pola hidup konsumtif, materialistis, dan individualistis
- Proses pemiskinan kelompok lemah
6. Berkembangnya sikap anarkhis
7. Suburnya sikap fundamentalis

C. ISU-ISU STRATEGIK
Berdasarkan analisis di atas, maka isu-isu stratejik yang perlu dijabarkan dalam bentuk program untuk pengembangan Klasis Makassar Gereja Toraja 2008-2012 adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan / Pembaharuan Ibadah dan Spiritualitas
2 Pembinaan WJ dan Pengembangan Peran Kebangsaan
3 Pembinaan OIG / GM dan Pembudayaan Eika Kristen
4. Pengembangan Kerjasama lintas jemaat, dan lintas klasis
5. Pengembangan Kerjasama lintas denominasi dan lintas agama (Ekuminisme dan Pluralisme)
6. Pemberdayaan ekonomi WJ / WM
7. Pengembangan Pendidikan dan Kualitas SDM
8. Pengembangan Pelayanan Sosial / Kesehatan
9. Pengelolaan lingkungan hidup
10. Pengamanan Aset Gereja, Pengembangan Sarana Prasana dan Penatalayan
Isu-isu strategik ini diharapkan dapat menjiwai penyusunan dan pelaksanaan program-program pelayanan jemaat-jemaat dalam lingkup Klasis Makassar, baik secara sendiri-sendiri dalam lingkup jemaat masing-masing maupun dalam perwujudan kebersamaan dan kebersesamaan pada aras klasis dan sinode.

IV. PENGORGANISASIAN PROGRAM
A. Program Induk dan Program Utama
Pengorganisasian Program Gereja Toraja yang juga identik dengan Struktur Organisasi Gereja Toraja pada tingkat Sinode, dari waktu ke waktu mengalami perubahan sebagai perwujudan perkembangan pemikiran dalam Gereja Toraja. Tiap pembidangan dilatarbelakangi oleh konteks kebutuhan kontemporer Gereja Toraja.
Dalam SSA yang terakhir, yaitu SSA XXII, pembidangan Program Gereja Toraja yang tertuang dalam Garis Besar Program Pengembangan Gereja Toraja 2006-2011, adalah sebagai berikut :
1. Bidang Pembinaan Warga Gereja dan Pekabaran Injil
2. Bidang Teologi Ketenagaan dan Kegerejaan .
3. Bidang Parpem (Partisipasi Gereja dalam Pembangunan Masyarakat, Bangsa, dan Negara) (mencakupi bidang pengembangan penatalayanan)
Program pengembangan Klasis Makassar 2008-20012, diracang dengan mengacu pada pengorganisasian di atas dengan sedikit modifikasi yaitu dengan memisahkan Bidang Pengembangan Penatalayanan (Kesekretariatan) dari Bidang Parpem. Dengan demikian Program Pengembangan Klasis Makassar 2008-2012 mengikuti pola pembidangan sebagai berikut :
1. Bidang Pembinaan Warga Gereja dan Pekabaran Injil
2. Bidang Pengembangan Teologi Ketenagaan dan Kegerejaan
3. Bidang Pengembangan Parpem (Partisipasi Gereja dalam Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat)
4. Bidang Pengembangan Penatalayanan (Kesekretariatan)
Program-Program dalam setiap bidang tersebut di atas tergabung dalam satu Program Induk (PI). Selanjutnya, setiap Program Induk terdiri atas beberapa Program Utama (PU), dengan perincian selengkapnya sebagai berikut :
1. PI Pembinaan Warga Gereja dan Pekabaran Injil meliputi PU :
1.1 Pengembangan / Pembaharuan Ibadah dan Spiritualitas
1.2 Pembinaan WJ dan Pengembangan Peran Kebangsaan
1.3 Pembinaan GM/OIG dan Pembudayaan Etika Kristen
1.4 Pengembangan Kerjasama antar-Jemaat dalam Klasis Makassar
2. PI Pengembangan Teologi, ketenagaan, dan kegerejaan meliputi PU :
2.1 Pengembangan Kapasitas Pelayan / MG
2.2 Pengembangan Kerjasama Lintas Klasis
2.3 Pengembangan Hubungan Antar-Denominasi (Pengelolaan Peran Ekumenis)
2.4 Pengembangan Hubungan Antar-Agama (Pengelolaan Pluralitas)
3. PI Parpem (Penegembangan Partisipasi Gereja dalam Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat), meliputi PU :
3.1 Pemberdayaan ekonomi WJ / WM
3.2 Pengembangan Pendidikan dan Kualitas SDM
3.3 Pengembangan Pelayanan Kesehatan / Pemberdayaan Sosial
3.4 Pengelolaan lingkungan hidup
4. Program Induk Pengembangan Penatalayanan meliputi PU :
4.1. Pengembangan Kapasitas Pengerja Gereja
4.2. Pengamanan Aset Gereja
4.2. Pengembembangan Sarana Prasana
4.4. Pengembangan Informasi dan Komunikasi
Program-porgram kegiatan untuk masing-masing Program utama antala lain tersaji pada tabel berikut ini.
Alternatif kegiatan untuk masing-masing Program Utama (Lihat buku kumpulan keputusan, hal 68-69)

V. PENUTUP

A. Rekomendasi Keberlanjutan Program
Garis Besar Program Pengembangan Klasis Makassar (GBPP-KMGT) 2008-2012 ini, perlu dijabarkan lebih lanjut kedalam program-program tahunan yang memuat uraian kegiatan secara lebih rinci oleh Pengurus BPK Makassar yang terpilih melalui Sidang Klasis Makassar ke-42. Penyusunan Program termaksud hendaknya tetap menjaga kesinambungan program atau keberlanjutan aktivitas pelayanan yang selama ini telah berlangsung dalam lingkup Klasis Makassar pada khususnya dan dalam lingkup Gereja Toraja pada umumnya.

GBPP-KMGT ini juga diharapkan menjadi acuan dalam penyusunan program pelayanan di semuan jemaat Gereja Toraja dalam lingkup Klasis Makassar dengan memperhatikan kondisi dan prioritas kebutuhan masing-masing jemaat, tetapi tanpa harus mengabaikan kepentingan pada aras klasis dan sinode sebagai pencerminan kebersamaan dan kebersesamaan dalam rangka mewujudkan Tubuh Kristus yang utuh.

B. Usulan Komposisi Pengurus BPK Makassar 2008-2012
Berdasarkan GBPP Klasis Makassar 2008-2012, maka Komposisi Pengurus BPK Makassar Gereja Toraja yang dinilai dapat mendukung pelaksanaan keseluruhan Program Pengembangan Klasis Makassar secara efektif adalah sebagai berikut :
1. Ketua, penanggung jawab pelaksanaan seluruh program pengembangan Klasis Makassar Penuh waktu
2. Ketua I, mengkordinir pelaksanaan program Bidang PWG & PI Paruh waktu
3. Ketua II, mengkordinir pelaksanaan program Bidang Teologi, Ketenagaan, dan Kegerejaan, Paruh waktu
4. Ketua III, mengkordinir pelaksanaan program Bidang Partisipasi Gereja dalam Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Paruh waktu
5. Sekretaris (Paruh waktu), mengkordinir program Bidang Penatalayanan, Paruh waktu
6. Wakil Sekretaris, sekaligus berperan sebagai Tata Usaha Kantor BPK, Penuh waktu
7. Bendahara Paruh waktu


Makassar, 10 Oktober 2007
TP3GT Klasis Makassar
Ketua , Sekretaris,


Pnt. Prof. Dr. Daud Malamassam; Pnt. Markus Palimbong, SH.

Mengetahui
Ketua BPK Makassar,


Pdt. P. Manganan, S.Th.

~ Persidangan XLII Klasis Makassar-Gereja Toraja

Titi YuliatyMangape

Berdasarkan amanat persidangan klasis XL di Jemaat Pniel Perumnas, Jemaat Bawakaraeng yang ditunjuk sebagai jemaat penghimpun persidangan XLII Klasis Makassar Gereja Toraja berusaha berbenah diri semaksimal mungkin.

Pembangunan gedung gereja seakan dipacu, agar sedapat mungkin dapat digunakan untuk “Pertemuan Akbar “ dimaksud. Kerjasama yang indah dan jalinan kasih yang tercipta antara Majelis Gereja, Panitia Pembangunan, Panitia Persidangan beserta seluruh anggota jemaat dan simpatisan akhirnya memungkinkan lantai III gedung ini digunakan sebagai tempat bersidang. Lantai II yang sedianya diperuntukkan sebagai gedung serba guna, kini menjadi tempat tempat rehat dan mengisi “jawa tengah” selama persidangan berlangsung. Lantai I pun beralih fungsi yang semula adalah tempat parkir, kini menjadi dapur umum.

Di bawah sorotan tema: "Berubahlah oleh pembaharuan budimu", Roma 12:2b dan sub tema: "Dengan budi yang baru kita membangun masa kini, masa depan bersama yang sejahtera", maka pada hari Rabu tanggal 21 Nopember 2007 Persidangan XLII Klasis Makassar-Gereja Toraja dibuka secara resmi atas nama Wakil Walikota Makassar yang diwakili oleh Bapak Sinaga.

Persidangan gerejawi ini diikuti oleh 231 orang Majelis gereja (Pendeta, Penatua dan Syamas) dan konsultan dari 26 Jemaat di Lingkup Klasis Makassar beserta 58 orang yang merupakan personil dan undangan BPK-Makassar. Ke 231 peserta ini terdiri atas 102 orang utusan, 64orang utusan cadangan dan 62 orang konsultan. Berlangsung dari tanggal 21 - 24 Nopember 2007.

~ "Uniform 2"

Titi Mangape

Mungkin ada benarnya jika dikatakan bahwa dengan menggunakan pakaian seragam (corak, bentuk dan susunan model dan bahan yang sama), akan nampak kebersamaan dalam satu persekutuan dari kota sampai ke pelosok. Persoalan ialah apakah kebersamaan hanya bisa terlihat dari pakaian seragam semata? Sehingga jikalau ada yang berbeda mereka dianggap “berseberangan” atau bahkan menjadi “musuh”bagi kita? Apakah tolok ukur iman seseorang dapat dinilai dari pakaian seragam? Apakah pakaian seragam sudah menjadi parameter iman bagi orang lain?

Bersama dengan seorang sahabat, kami pernah menuai protes keras dari berbagai kalangan, tidak terkecuali para “pengambil kebijakan” hanya karena perbedaan persepsi terhadap pakaian seragam dan ketidaksetujuan kami dengan pengadaan pakaian seragam yang beraneka macam itu.

Bagi saya secara pribadi, perbedaan semestinya dianggap sebagai hasil dari keragaman dan kepelbagaian kita sebagai individu yang pasti selalu unik. Baik dari segi penampilan, dalam berpendapat, dalam beriskap dan lain-lain. Sebab tidak seorangpun di dunia ini (termasuk saudara kembar) yang sama. Justru dalam keragaman dan keunikan masing-masing individu itulah, akan nampak kekuatan “besar” jikalau dapat ditata dengan baik. Tanpa pakaian seragam sekalipun.

Jika kita pahami dengan sungguh bahwa persekutuan umat adalah milik kepunyaanNya dan kita yang lemah dan berdosa ini hanyalah alatNya, maka pakaian seragam bukanlah prioritas utama dalam mengemban tanggung jawab tri panggilan gereja yakni bersaksi, bersekutu dan melayani.

~ "Uniform 1"

Titi Mangape


Kali-kali aja ada yang baca judul ini langsung berpikiran, sejak kapan saya pintar memakai bahasa sono hehehehe. Tapi yang mau saya ungkapkan di sini memang soal “seragam” yang lebih mengarah ke busana/pakaian.

Dulu waktu masih kecil, senang benar melihat orang berpakaian seragam. Bangga rasanya memakai pakaian itu. Dari pakaian putih-merah, putih-biru n putih abu-abu. Saat ibu saya memakai pakaian dinasnya, baik di kantor maupun sebagai anggota PKK dan Dasa Wisma(waktu itu), selalu ada kebanggan tersendiri dalam diri saya. Menarik, sebab kita dapat dengan mudah menebak orang-orang itu bekerja di instansi mana dengan melihat busana yang mereka kenakan. Gampang menerka dari kelompok/kampung mana jika ada hajatan besar dilakukan di ibukota kabupaten seperti tujuhbelasan atau ulang tahun kabupaten. Seragam digunakan sebatas “identitas” instantsi atau kelompok. Supaya lebih mudah dikenal. (Apalagi kalau "hilang" di tengah keramaian, lebih mudah menemukannnya). Demikian pula jika tim seperti tim penggerak PKK kabupaten “turba” alias turun ke bawah- ke pelosok-pelosok, akan lebih mudah mengenalnya dari seragam mereka. Tetapi itu dulu.

Sekarang, setelah kecenderungan itu juga merambah masuk ke dalam gereja, kebanggan masa kecil saya menjadi sirnah, seiring dengan bergesernya paradigma masyarakat (tidak terkecuali masyarakat gereja) terhadap makna pakaian seragam itu. Jika dahulu ada perasaan bangga melihat orang-orang memakai pakaian seragam, saat ini, hati justru menjadi miris. Seragam yang semula dimaksudkan sebagai bentuk kebersamaan, atau “identitas” , kini justru semakin menampakkan kesenjangan antar sesama anggota persekutuan. Bagi yang “berpunya” tentu tidak masalah membeli seragam berpasang-pasang. Akan tetapi bagi yang “tidak berpunya “ atau “pas-pasan”, hal ini pastilah memberatkan, bahkan bisa menjadi batu sandungan. Sayangnya kelompok kedua inilah yang lebih banyak terlibat.

Akibatnya, banyak orang yang tidak lagi mau tampil memuji Tuhan melalui Paduan Suara atau Vokal Group. Alasannya, “Kami tidak punya baju seragam”
Dalam suatu percakapan dengan seorang ibu di suatu ibadah natal, ia berkata, “Saya tidak mau ke depan membawa persembahan saya karena warna pakaian seragam yang saya pakai berbeda dengan warna pakaian seragama yang dipakai saat ini.”
Di waktu lain ketika saya bertemu dengan beberapa ibu dan bertanya mengapa mereka tidak hadir dalam ibadah, jawab mereka:“Karena kami tidak punya pakaian seragam.” Saat saya bertanya: "Mengapa tidak dibuat?" Jawab mereka, "Kami tidak punya uang (lebih)."

Tidak masuk akal memang. Masakan hanya karena pakaian seragam, seseorang lalu tidak ikut beribadah, tidak mau memuji Tuhan dan tidak mau membawa persembahannya ke depan (altar)? Tetapi inilah realitas yang terjadi.
Saya lalu berpikir, jangan-jangan karena pakaian seragam, posisi “Yang Disembah” dalam hidup persekutuan ini, telah tergeser dan terpinggirkan.
Jangan-jangan karena pakaian seragam, kita sudah menjadi lebih besar dari Dia.