"Pergumulan tidak akan pernah sirna, akan tetapi HARAPAN selalu menguatkan manusia untuk menata hidup yang lebih baik."

Terimakasih atas kunjungan anda.

Halaman

~ Asa di Balik Ratapan

Titi Yuliaty Mangape
Ratapan 3:1-26

“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya
selalu baru tiap pagi; besar kesetiaanMU”

Indonesia meratap………… bumi pertiwi menangis
Ketika menyaksikan anak bangsa saling bertikai
Timor-Timur lepas dari pangkuan sang bunda
Aceh bergolak, Maluku tercabik-cabik
Papua bertikai, Poso luluh lantak
Indonesia meratap, tiada lagi harapan


           Banyak orang pesimis, akankah hasil PEMILU capres dan cawapres membawa nuansa baru bagi bangsa ini? Muncullah berbagai ungkapan, “ Siapapun yang memerintah, takkan mampu mengubah keadaan.” “Siapa pun yang terpilih pastilah hanya akan memperhatikan kepeningan pribadi dan golongan/kelompoknya.”
Orang-orang, sudah trauma dengan kenyataan-kenyataan selama ini, sehingga bagi mereka proses pemilihan wakil-wakil rakyat atau pesta demorasi hanyalah pemborosan belaka. Reaksi terhadap ketidakadilan dan berbagai ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat muncul dalam berbagai bentuk. Demonstarsi terjadi di mana-mana. Rakyat sudah jenuh dengan janji-janji manis sebatas pemanis bibir belaka, yang tidak pernah menjadi kenyataan dan itu membuat banyak orang kehilangan harapan.
          Saudara-saudarayang dikasihi Tuhan…………
Situasi yang menyebabkan umat Israel meratap pilu, yang terangkai lewat syair-syair Ratapan, masih jauh lebih pahit dibandingkan dengan keadaan yang dihadapi oleh bangsa ini. Akan ttp toh, dalam situasi seperti itu, ternyata masih ada orang yang tetap yakin pada kasih setia Tuhan. Secara keseluruhan, Kitab Ratapan menyaksikan tentang ungkapan syair-syair umat Yehuda dalam menghadapi beratnya tekanan penderitaan dan cengkeraman kuasa maut karena peristiwa kehancuran Yerusalem. Dilukiskan betapa beratnya penghukuman karena dosa yang dialami umatNya ketika itu. Pun betapa mereka sadar bahwa ketika Tuhan murka, maka tdk ada seorang jua yang dapat luput dan selamat. Dalam menghadapi situasi yang memilukan dan menyayat hati itu, penulis menghimbau bangsanya agar mereka sadar, mengakui akan dosa dan pemberontakannya, serta bertobat dan memohon dengan penuh pengharapan akan pengampunan dan pembebasan dari Tuhan.

Nas perenungan kita, “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmatNya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaanMU
“tak berkesudahan” artinya kasih setia Tuhan tiada batasnya; tiada berubah dahulu, sekarang bahkan sampai selama-lamanya (bdk Ibrani 13:8)
“tak berkesudahan”, merupakan puncak pengharapan dan keyakinan penulis bahwa betapa pun hancurnya kehidupan karena dosa, betapapun seseorang telah kehilangan asa atau harapan karena pahitnya kenyataan hidup yang tak kunjung berakhir, haruslah ia datang bersandar kepada Allah karena rahmat dan kesetiaanNya jauh melebihi segala penderitaan yang mereka alami. Bahkan rahmat itu, selalu baru tiap pagi. Karena itu, dengan iman yang teguh, penulis terus mengingatkan mereka bahwa sekalipun keadaan Yehuda sudah sangat buruk, akan tetapi harapan tidaklah berarti pupus, sebab kesetiaan Allah menjadi satu-satunya alasan untuk tetap bersukacita di tengah-tengah bencana cambuk murkaNya yang menimpa mereka. Hal ini juga diyakini dan disaksikan oleh pemazmur bahwa Allah tidaklah pendendam. “Tidak dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita dan tidak dibalasnya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita” (Maz 103:10); Ia bahkan menjauhkan kita dari segala pelanggaran kita: “Sejauh Timur dari Barat, demikian diajuhkanNya dari pada kita pelanggaran kita “(Maz 103:12). Artinya Ia penuh kasih dan pengampunan. Oleh karena itu umatNya jangan pernah putus asa untuk berharap padaNya.
           Bentuk keyakinan dan kekaguman tentang kesetiaan Allah di tengah-tengah penderitaan dan tekanan hidup yang semakin mengancam kehidupan mereka, nampak jelas dalam ungkapan, “Sangkaku:hilang lenyaplah kemasyuranku dan harapanku kepada Tuhan.” “Sangkaku”, menunjukkan pengakuan penulis bahwa pikirannya tentang sikap Allah dalam menghukum mereka ternyata keliru, sebab Allah tidak untuk selamanya menghukum mereka. Di balik penghukuman itu, Allah bermaksud mendidik umatNya. Ia bahkan menjanjikan, sekaligus menjadikan janji itu sebagai suatu kenyataan yang disaksikan dan dialami sendiri umatNya, termasuk penulis.
Sangkaku” , suatu ungkapan yang juga menunjukkan gambaran akan betapa terbatasnya pemikiran manusia terhadap rancangan-rancangan Allah. Padahal, ia (penulis kitab Ratapan), termasuk orang yang melihat bahkan mengalami sendiri sengsara yang disebabkan cambuk murkaNya. Ia dihalau dan dibawa ke dalam kegelapan yang tiada terangnya, dipukul berulang-ulang sepanjang hari, menjadikan ia tertawaan bagi segenap bangsanya, menjadi lagu ejekan sepanjang hari. Tidak berhenti sampai di situ, Allah bahkan mengenyangkan dia dengan kepahitan, memberi dia minum ipuh, meremukkan giginya dengan kerikil sehingga lupa akan kebahagiaan. Ketika ia memanggil dan berteriak minta tolong, Tuhan tidak mendengar doanya. Namun, kini, sepahit apa pun penderitaan yang pernah dialaminya, tidak menyusutkan imannya untuk tetap berharap kepada Tuhan. Ia yakin bahwa Tuhan pasti mengingat kesengsaraan, pengembaraan, akan ipuh dan racun sebagai gambaran penderitaan yang tiada taranya yang pernah dialaminya. Pengalaman-pengalaman pahit itu haruslah menempa dan mendidik mereka untuk kembali menjadi umat Allah yang setia. Sekaligus menyadari bahwa penghukuman itu adalah akibat dari dosa-dosa mereka. Karena itu ia tiada henti menyerukan kepada bangsanya agar tetap kuat dan senantiasa berharap pada kasih setia dan rahmatTuhan yang tiada habisnya bahkan sll baru setiap pagi. Ia meyakinkan umatNya tentang kebaikan Allah dan karena itu mereka harus diam menanti pertolongan TUHAN. “menanti denga diam” artinya sabar dan setia sekalipun banyak tantangan yang harus dihadapi. Sebab dalam persoalan hidup sepahit apapun, Tuhan pasti menolong kita (bdk Mz 62:9; 86:7).
         Sidang jemaat yang kekasih dalam Tuhan……..
Dengan penuh kasih, kesetiaan dan pengampunan, Allah telah menjanjikan sekaligus menjadikan janji itu menjadi kenyataan yang disaksikan dan dialami sendiri oleh umatNya. Itu berarti, selaku anak bangsa yang mungkin telah mengalami berbagai ketidakadilan, kita pun tidak boleh berputus asa. Melainkan sebagaimana penulis Ratapan, maka kita juga harus “diam menanti pertolongan Tuhan”. Keyakinan dan keteguhan iman penulis haruslah juga menjadi keyakinan kita. Bahwa di tengah-tengah penderitaan yang dialami umatNya, masih ada orang yang tidak kehilangan harapan. Sebab ia yakin, Allah mereka tidak akan pernah kalah.
         Saudara.........
Dalam kehidupan berjemaat pun, banyak hal yang sering membuat kita berputus asa. Kiranya melalui Firman Tuhan ini, kita dikuatkan dan diyakinkan bahwa “Sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar”(Yes 51:1) . Di balik ratapan, kelush-kesah dan pergumulan kita menghadapi realitas skehidupan ini, selaku warga negara Indonesia dan selaku warga jemaat haruslah ada asa dengan keyakinan Dia pasti menjawab doa dan harapan-harapan kita.
Di tengah penderitaan dan tekanan hidup yang kian mengancam, Kristus hadir mewartakan kerajaan Allah, mewartakan dan mewujudkan karya penyelamataanNya. Tidak hanya masa lalu dan masa sekarang akan tetapi justru berkat-berkatNya selalu baru setiap pagi tersedia untuk kehidupan kita di masa yang akan datang. Itu berarti kita harus yakin bahwa di tengah-tengah situasi hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia tercinta ini, kasih yang dahulu telah dinyatakan Allah kepada bangsa Israel, kini dan ke depan pasti akan dinyatakan pula oleh Allah kepada kita. Dengan pengharapan dan jaminan keselamatan dalam Yesus Kristus, tidak ada yang perlu dikuatirkan lagi.
Tema kita, “Asa di Balik Ratapan” memberikan kita kekuatan dan harapan bahwa di balik berbagai persolan hidup, Kristus hadir bahkan setiap saat siap menolong orang-orang yang berseru kepadaNya. Melalui kuasa Roh Kudus, Ia menguatkan orang-orang yang bergumul, meratap, berduka ….
Kenyataan di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyengsarakan, berbagai pengalam pahit mendukacitakan, tentu membutuhkan pertolongan. Harapan kita satu-satunya ahanya satu yaitu Kasih Allah. Kita percaya bahwa hanya dekat Dia saja kita tenag (Mz 62). Dalam semua itu kita harus bertobat, lalu datang dengan penuh kerendahan hati kepadaNya
          Jemaat Tuhan………..
Hanya degan iman yang sungguh kepada Kristus, kita akan dimampukan untuk melihat berbagai realitas hidup, baik suka maupun duka sebagai sesuatu yang tidak terjadi dengan sendirinya. Sebab seantero kehidupan kita adalah milikNya (bdk. Luk 21:17-19). Karena itu, setiap orang haruslah bertobat dan “diam menanti pertolonganNya”. AMIN

"Disusun dalam rangka pemeriksaan ajaran dan perihidup proponen Yuliaty Mangape di Gereja Toraja Jemaat Bawakaraeng-Klasis Makassar, Sabtu, 31 Juli 2004. (Dalam banyak keterbatasan).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar