"Pergumulan tidak akan pernah sirna, akan tetapi HARAPAN selalu menguatkan manusia untuk menata hidup yang lebih baik."

Terimakasih atas kunjungan anda.

Halaman

Tampilkan postingan dengan label Nuansa Warna-warni. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nuansa Warna-warni. Tampilkan semua postingan

ISTI & ISTIKOMAH


"Papiiiiiiii....! Dengan mata mendelik dan suara yg membahana, maminya Carla menarik tangan suaminya yg sedang duduk maniezt di ruang tamu rumah Tante Pretty. Tak ayal , tuan rumah terkejut tetapi si mami tidak peduli. Dengan sekali hentakan si papi diseret keluar dan tanpa babibu, tangan mami sdh mendarat di pinggang papi ...... Di tempat lain, Pak RT keberatang menggunakan kaos oblong apalagi untuk mengantar undangan kepd kaum bapak di dalam kompleks, namun tak kuasa menolak ketika sang istri bertitah.
Ini hanyalah cuplikan adegan salah satu episode dalam sinetron "Suami-suami Takut Istri" yg disiarkan oleh sebuah stasiun TV Swasta.

Ada rasa geli, tetapi juga rasa kasihan. Apa iya. Masak sich di era millenium spt sekarang ini, kejadian-kejadian seperti itu masih ada? Apakah ini yang disebut jaman edan?
Aku lalu teringat 2 istilah yang yang kudapat ketika masih berkutat di kampus merahkunenerapa tahun lalu. ISTI dan ISTIKOMAH. ISTI adalah singkatan dari Ikatan Suami Takut Istri. Sedangkan ISTIKOMAH adalah Ikatan Suami Takut Istri Kalau di Rumah. :)
Dulu aku ber pikir, akh mungkin itu hanyalah peristilahan belaka. Apalagi memang, prof guru mengatakan, hal tersebut biasanya dilakukan karena rasa hormat dan cinta pada pendamping mereka (istri). Tetapi itu dulu, sebelum aku melakukan pengamatan langsung. (Wealah, seperti mau nyusun thesisi aja ^_^).

Dalam survey kecil-kecilan itu, aku kemudian menyadari, bahwa hal ini, bukan hanya terjadi dalam sinetron. Dalam kehidupan nyatapun, itu nampak. Swear! dan bisa menimpa siapapun, entah itu saudara, tetangga, dosen, atasan kita dan lain-lain. Beberapa temanku bahkan , mengalami hal yg sama. Mereka sepertinya benar2 tunduk di bawah perintah dan selalu berada di dalam pantauan dan Pengawasan Melekat alias WasKat pasangan (istri) mereka. Telepon tak pernah berhenti berdering. Sebentar-sebentar ada instruksi via telepon. Mulai dari pertanyaan posisi mereka, raport dan seragam anak, belanja dapur dan berbagai hal remeh temeh yang lain. Semuanya dalam nada perintah! Adapula yg dipepet atau dikawal kemanapun dia pergi, laiknya perangko dan kertas. Lengket terus. Bahkan ada yang harus mematuhi jam malam. Awalnya kupikir, ah, mungkin demikianlah pola pengasuhan dan pembinaan dalam rumah tangga mereka yang pasti sudah disepakati bersama. Akan tetapi setelah mendengar pengakuan dan keterusterangan mereka, aku berkesimpulan bahwa ternyata, itu bukan sinetron. Sebetulnya miris juga, but it's real.

Dominasi dan rasa superior pasangannya, akhirnya membuat para pria/suami menanggapinya dengan berbagai cara pula. Ada yang sudah merasa kudu nyaman, sehingga atas nama CINTA & keharmonisan keluarga (apalagi yang memang menikah keluarga), mereka tetap membeo, seperti kerbau dicocok hidung, dibawa kemanapun ikut saja. Ada yang akhirnya menjadi JARUMSUPER, Jarang di Rumah Suka Pergi. Dan ada yang mengantisipasinya dengan benar-benar Jaga Image. Tidak heran jika kemudian muncul peristilahan baru bagi istri-istri mereka seperti: Komandan, Polisi, Perdana Mentri, Menkeu, Agan (Juragan Istri). Untuk jam malam misalnya, mereka berucap: Visa dari Perdana Mentri (istri) hanya sampaji jam 21.00. Untuk tugas antar anak-istri disebutnya Ternak Teri... Uphss

MENGAPA SUAMI TAKUT ISTRI? Mengutip ungkapan Mariska Lubis, pemerhati di bidang relationship. sekaligus penulis buku Wahai pemimpin bangsa!!! Belajar dari SEKS Dong!!! dalam percakapannya dengan C. Gumilang (Femina No. 37/XXXVIII), mengatakan bahwa ternyata: "Kebanyakan, kasus suami takut istri disebabkan OLEH faktor ekonomi.".... O'oooh!.... Masih katanya "Sekarang ini lagi musim pria yang mencari wanita dengan status soaial-ekonomi yang sama atau bahkan lebih tinggi. Maksudnya, si wanitanya yang lebih kaya, strata sosialnya lebih tinggi. Kenapa? Karena pria moderen sekarang, ingin hidup lebih enak dan nyaman. Di sisi lain, ada pasangan yang membantu ekonomi mereka, atau katakanlah membantu membayar cicilan mobil, rumah dll'. ...."Faktor yang tak kalah penting pengaruhnya adalah jenjang pendidikan yang seringkali membawa wanita merasa lebih, dalam hal pemikiran. Lalu ada juga feminisme yang salah kapra, ketika wanita merasa menjadi mahluk yang lebih unggul dari pria. Mereka merasa mampu hidup tanpa pria. "

Apakah pria atau para suami itu benar-benar takut, segan atau sekedar malas menanggapi perilaku, dominasi dan superioritas istri mereka?
Menurut Mariska: "Bisa begitu, tetapi kebanyakan justru karena merasa minder atas ketidakmampuan diri, sehingga rasa percaya diri mereka turun. Apalagi mereka takut tidak mendapatkan apa yang bisa mereka dapatkan atau takut kehilangan istri, anak, nama baik atau apapun bentuknya. Para pria atau suami tersebut, kemudian membiarkan istrinya mendominasi."

Aku lalu teringat amanah dalam Kitab Suci yang berkata: "Hai istri-istri tunduklah kepada suami, sebagaimana seharusnya, di dalam Tuhan. " (Kol 3:18). Artinya tunduk tetapi tidak menanduk... lalu dilanjutkan kemudian:" Hai suami-suami kasihilah istrimu dan jangan berlaku kasar terhadap dia"(Kol3:19)...dari ants ini nampak bahwa konsekuensi logis dari ketaatan istri (tunduk) ialah mereka HARUS menerima kasih yang utuh dari suami. Bukan kasih yang terbagi-bagi (kepada perempuan lain, red). Di sini letak persoalannya. Sebab banyak orang yang berkata dengan spontan, lantang: "kasih, mah utuh, orang istri hanya satu koq",.... namun dilanjutkan dengan berbisik: " Tetapi yang tak resmi, yang berbaris di belakang juga mesti dapat......." Wealaahh, Pak! Pak!
Aku tercenung. Merenung dan mencari jawab di antara berjuta tanya: Adakah amanah ini, tidak lagi berlaku di jaman yang edan yang katanya serba moderan? Wallahualam.

Oh ya, ngomong-ngomong, tahu gak kalau hasil penelitian Mariska Lubis menunjukkan bahwa "Kebanyakan dari anggota ISTI & ISTIKOMAH itu memiliki kecenderungan untuk selingkuh." ... Nah Lho....

"Lelaki Itu"


Semenjak cahaya hatiku kembali dirawat di PTK RSCM,ia menyita perhatianku. Berperawakan kecil, rambut lurus, agak panjang tapi masih terkesan rapi. Guratan di wajahnya menegaskan pergumulannya. Kalau ditaksir sepertinya ia baru berumur 40-an. Dengan segelas kopi dan sebungkus kretek 234, ia mengawali hari2nya.
Kepulan asap rokok yg tiada henti, seringkali membuatku gerah. Ingin rasanya menegurnya, namun entah mengapa bibir ini tak jua bisa terbuka.

Sejak diotak-atik putri kecilku pertengahan bulan Ramadhan yang lalu, beberapa fitur HPku terhapus. Seiring dengan itu pula beberapa nomor telepon para sahabat ikut-ikutan raib... Berada jauh dari sanak keluarga,dalam kondisi seperti ini seringkali membuatku be-te dan jenuh. Ingin berkomunikasi, rasanya sulit, sebab di samping signal di PTK kurang bagus, juga karena aku belum sempat mendata kembali nomor-nomor telepon para sahabat yang ikut-ikutan raib akibat "kejeniusan" putri kecilku.

Pagi ini, aku berencana menjemur di luar. Beberapa pakaian yang telah kucuci masih teronggok dalam ember di kamar mandi. Ingin kupastikan saat ke luar ke teras, LELAKI ITU, tidak lagi di sana. Bukan apa-apa, hanya untuk menghindari asap rokok. Aku tak mau "terkapar" hanya karena ketidakmampuan tubuhku mencium asap rokok. Terhadap hal yang satu ini, alergiku memang sudah termasuk golongan kronik. Kukuakkan tirai jendela kamar perawatan cahaya hatiku. Akh... ternyata ia masih di sana. Secangkir kopi dan sebungkus 234 masih setia menemaninya. Di sampingnya duduk seorang perempuan yang kemudian kutahu adalah istrinya. Kulihat ia menjelaskan sesuatu yang sangat serius kepada istrinya. Sepertinya soal penyakit anak mereka. Terlihat guratan wajah yg kelelahan. Walau demikian, intonasi suara konstan.

Huff....rasanya lama benar. Menunggu mereka menyudahi obrolannya mungkin hanyalah kesia-siaan. Maka dengan terpaksa, aku ke luar kamar juga. Dengan sedikit tersenyum, kusapa mereka "Selamat pagi" dan mereka menjwab "Pagi bu". "Dari mana?" Kujawab ""Makassar". "Anak ibu sakit apa" "CKD", kataku. "Bapak? Anaknya sakit apa?"
Maka mengalirlah semua cerita di seputar anaknya yg sakit.Menurut penuturannya putri kecilnya adalah korban malpraktek. Berawal dari operasi usus buntu di RSU di daerahnya akhirnya sang anak harus merelakan ususnya dipotong tigapuluhan centi meter dalam 3 kali operasi dengan jangka waktu tdk lebih dari 2 bln.

Katanya, "Kami hanya org kecil bu. Ketika saya berusaha mencari keadilan, semua org mencibir, bahkan sanak keluargaku sendiri. Untunglah mertuaku yg walaupun hanya orang desa dan sudah menjanda pula, tapi masih mempunyai hati nurani. Beliaulah yang membantu kami, dengan merelakan rumah dan kebunnya dijual untuk pembiayaan anak kami. Sebagai Pengrajin Kaliografi, pendapatan kami tidak seberapa, tetapi saya percaya bahwa Allah itu Maha besar. Atas izin Allahlah, anak saya bisa sampai ke sini dan kasusnya sudah sampai ke presiden. Kemarin, Dirjend Depkes datang ke mari (RSCM). Alhamdulillah bu, berkat doa orang-orang kecil yg terzalimi seperti saya, seluruh jerih payah ini insya Allah tidak sia-sia". Ketika kutanya: "Apakah bapak memaafkan orang yang telah membuat putri bapak menderita seperti ini? Dgn polos ia menjawab: "Sedangkan Allah saja mengampuni ummatnya apakah lagi saya. Tetapi proses hukum harus jalan terus. Doakan ya bu!" Kudengar dalam ungkapan polos itu, ada kegetiran tetapi sekaligus ada harapan. Denga tersenyum aku menjawab,"Ya, sukses pak." Lalu aku pamit masuk kembali ke kamar perawatan cahaya hatiku.

Ketika cahaya hatiku sudah diperkenankan pulang, aku sengaja mampir ke kamar perawatan anaknya untuk bepamitan. Kulihat seorang Ustad sedang memimpin mereka berdoa. Setelah berbasa-basi sejenak,aku berpamitan. Ia mengantarku ke luar sembari meminta nomor telepon. Kami pun berpisah.

Kutahu kemudian, jika nama beliau adalah Ide Syamsuddin dari sms yang dikirimnya. Selengkapnya sms itu berbunyi:
" Ibu Yuliaty,,, saya Ide Syamsuddin dari Riau. mengucapkan terimakasih banyak atas perhatian ibu kepada anak saya "Ellyna Fitri" korban "MALPRAKTEK" yang dilakukan di RSUD Indra Sari Inhu-Riau pada tanggal 29 Juli 2008 yang mana kasus ini sudah diketahui Bapak PRESIDEN RI karena RSUD Indra Sari mengirim surat kepada PRESIDEN RI meminta dukungan.... Saya turut mendoakan semoga "ALLAH" memberkati anak ibu dari sakit yang dialaminya. Amin. Saya akan kabari kasus anak saya hingga "TUNTAS"... Mudah-mudahan suatu hari, saya dapat ke Makassar.

"Dari kasus MALPRAKTEK anak saya ini, saya berharap ada "PERUBAHAN" & "PEMBENAHAN" agar tdk ada lagi tindakan semena-mena terhadap masyaralat terutama masyarakat tidak mampu, di bidang KESEHATAN & di Bidang "HUKUM"... Dari 600 Kasus MALPRAKTEK di NKRI... Baru Kasus Anak saya yang sampai ke Bapak Presiden RI.. Semua karena Allah. Allahlah yang menunjukkan jalan kepada saya... Saya akan terapkan kepada semua masyarakat di manapun saya berada. Tidak hanya di RIAU.. tapi mungkin di Makassar & Irian jaya... Doa ibu menyertai langkah saya. AMIN.

Membaca smsnya, saya tertegun, tertempelak dan terhenyak. Ternyata, "LELAKI ITU" adalah seorang pencari keadila. Dua tahun, ia bersama dgn istri dan anaknya terus berusaha mencari keadilan walau dicibir dan diremehkan tdk hanya oleh para pengambil kebijakan di setiap tataran di daerahnya ttp jg keluarga besarnya, tidaklah menyurutkan langkah juangnya. Dengan tekad yang bulat dan pasti, ia terus berjuang dan berjuang. Bagiku, LELAKI ITU adalah pejuang kemanusiaan.. Bravo pak Ide, berjuang trus, tularkan gagasan-gagasanmu yang cemerlang, agar di negara tercinta ini semua anak bangsa dapat menikmati persamaan hak dalam segala lini. Tidak hanya di Bidang Kesehatan dan Hukum saja sebagaimana kerinduanmu, akan tetapi juga dalam Kebebasan menjalankan ajaran agama bagi pemeluk-pemeluknya. Piiiizt ^_^

~ Temu Kangen Masyarakat Toraja di Makassar

Hari Rabu tanggal 11 Februari 2009, bertempat di Ball Room - Makassar Golden Hotel diadakan :"Temu Kangen/Sitammu Mali' Masyarakat Toraja 2009" yang dihadiri oleh kurang lebih 200 orang Toraja, khususnya yang berdomisili di Makassar walaupun ada juga yang datang dari Jakarta, Toraja dan beberapa daerah lain. Tak lepas dari Sitammu Mali' alias kangen-kangenan, moment yang jarang-jarang terjadi ini pada intinya mensyukuri kasih dan rahmat Tuhan. Terlebih lagi bahwa di "awal" tahun ini, Dia pun berkenan "mengutus" seorang putra daerah Bpk Irjen Polisi Mathius Salempang menjadi perpanjangan tanganNya di jajaran kepolisian RI sebagai KAPOLDA SULSELBARA.

Prof. Dr. Randanan Bandaso' sebagai penginisiatif acara bersama Dr. Daniel Sampepajung, mengawali sepatah katanya dengan Dji Sam Soe. Dji Sam Soe, yang identik dengan angka 234 itu, diartikan oleh beliau sebagai berikut: dibutuhkan 2 jam persiapan, 3 menit presentasi dan 4 jam sakit belakang. (tentu saja ini berdasarkan hasil survei dan pengalaman beliau sendiri). Karena itu beliau memang hanya menyampaikan 3 hal pokok, yang semuanya adalah permintaan maaf. "Tidak ada lelang dan tidak ada permohonan donatur untuk pembangunan gedung gereja," demikian ditambahkannya. Rupa-rupanya hal ini harus dipertegas agar para tetamu tidak kuatir kena "Dor" untuk menyumbang. Harap maklum di kalangan masyarakat Toraja beliau berdua ini memang dikenal sebagai "peminta-minta berdasi" bagi pembangunan gedung Gereja Toraja Jemaat Bawakaraeng.

Sebagai penggagas acara, Komjend Ismerda Lebang, yg juga memprakarsai "Toraja Mamali'",beberapa waktu yang lalu ditandai dengan berdirinya Monumen Juang di Makale saat ini, memberi arahan dan nasehat bagi semua yang hadir . Pada intinya berisi seruan untuk saling mendukung satu dengan yang lain lewat doa, sikap dan perilaku. Bukan untuk saling menjatuhkan. Sehingga kehadiran kita menjadi kehadiran yang bermakna.
Secara pribadi saya melihat, seruan ini sebagai suatu ungkapan yang singkat, tetapi sarat makna. Semoga semua yang hadir memahaminya juga seperti itu.

Bapak KAPOLDA sendiri, hadir agak terlambat, oleh karena sebelumnya harus mengikuti HPI. Sekalipun demikian, hadirin tetap setia mendengar ungkapan hatinya saat beliau diberi kesempatan untuk menyampaikan hal itu.
Yang menarik bagi saya ialah ketika dengan penuh kerendahan hati beliau berkata: "Masih banyak orang lain yang punya kelebihan dan kepintaran di atas saya. Senior saya, teman-teman saya, adik-adik saya dan lain-lain, akan tetapi mengapa saya? Semata2 saya pahami karena Tuhan berkenan untuk itu. Sekiranya mungkin saya ingin seperti Gideon yang diutus, dipimpin dan diberi janji keberhasilan oleh Dia dalam melaksanakan tugasnya."

Rasa hormat kepada para "pendahulunya" dinyatakannya pula lewat ungkapan terimakasih kepada Bapak Sallebayu Palinggi' dan Bapak Ismerda Lebang yang menurut beliau berperan penting dalam kariernya. Selain kedua orang di atas, menurut hemat saya, ada 2 tangan halus perempuan yang tidak kalah penting memberi sumbangsih yang sangat berarti dalam hidup beliau yakni istri dan ibunya. Di balik tangan-tangan halus itu, ada tangan yang lebih besar dan lebih berkuasa yang merenda dan merajut beliau sampai saat ini. Tangan yang sering kali tak terlihat dengan kasat mata tetapi terselami hanya dengan mata iman. Tangan yang sama, yang sudah mengutus, memimpin dan memberi keberhasilan kepada Gideon.

Menarik menyimak pidato beliau ketika dilantik di Jakarta, sehari sebelumnya. Dengan tegas dan tandas beliau mengatakan trimakasih atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai putra Sulawesi Selatan yang lahir dan besar di Sulawesi Selatan untuk mengabdi kembali di Sulawesi Selatan. Mungkin anda bertanya, mengapa Sulawesi Selatan tak digantinya saja dengan Toraja? Bukankah ia memang lahir dan besar di sana?
Tentulah beliau sudah memahami dengan sungguh bahwa tanggungjawab yang diembannya bukan hanya untuk sekelompok atau segolongan tertentu orang saja, melainkan seluruh masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat. Tidak pandang suku, agama, pendidikan dan latar belakang lainnya.


Suatu komitmen yang luar biasa dibangun diawal masa jabatannya. Dapatkah itu terlaksana? Meminjam slogan Oom Obama "Yes, we can." Asalkan ada kebersamaan, kemauan, kerja keras dan kepercayaan dari semua pihak, kapanpun dan dimanapun.
Sebagai bagian dari masyarakat Sulselbara pada umumnya, dan orang Toraja khususnya, tentu saja saya berbangga.


Malam semakin larut, para tetamu harus kembali ke tengah-tengah kesibukannya. Suka tidak suka acara harus ditutup. Tepat pukul 10.30 malam waktu MGH, doa penutup dipanjatkan. Penginisiatif bersama "krunya" berpose sejenak. Kesempatan ini tentu saja tak disia-siakan oleh penulis. Ups, legah rasanya. Waktu 3 hari yang diberikan untuk mengemas acara ini dapat berjalan dengan baik. Thanks God.

Kepada Bpk Irjen Polisi Mathius Salempang, terucap Selamat dan sukses dalam jabatan baru sebagai KAPOLDA SULSELBARA . Teriring doa kami untuk bapak dalam karya dan kerja; jerih dan juang. Semoga tangan kuasaNya tetap memimpin bapak dalam membawa warna baru di daerah tercinta ini. Bravo!

~ Yang Tersisa


Perayaan Natal dan Tahun Baru tlah berlalu. Menyisakan setumpuk kegembiraan. Menebar berjuta asa. Membawa warna baru bagi setiap insan. Bahwa hidup dalam perdamaian dengan semua orang amatlah penting.

Sekarang, semua kembali dalam ritme hidup masing-masing. Sibuk dan sibuk lagi. Banyak hal yang harus dibenahi; banyak hal yang mesti ditata. Bukan sebatas persoalan rohaniah saja, tetapi juga, persoalan badaniah.

Agar semua dapat berjalan baik, saatnya untuk mengunjungi dokter keluarga. Sebab, bukankah di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula? Maka dari itu, aku pun harus "bekerja"ekstra keras dan ketat dalam menurunkan beberapa hal "yang tersisa" dari Natal dan Tahun Baru seperti:
1. Berat badanku yang bertambah.
2. Kolesterolku yang ikut-ikutan naik.
3. Asam uratku yang juga terdongkrak.

Bagi yang masih ingin menikmati kue Natal/Tahun baru, silahkan datang ke rumahku. Persediaan masih banyak. Toples kueku masih berisi dan "teman-temannya" juga masih ada. Buruan!! Dijamin, semua pasti kebagian. Tulisan ini sekaligus merupakan undangan.

~ Dari Masa ke Masa

By: Titi Yuliaty Mangape
Rasa penasaran Lory sahabatku, yang ingin melihat kenanganku dari masa ke masa, "memaksaku" membongkar-bangkir album foto jadulku. (Takut dibilangin pelit). Sayang, hanya beberapa foto yang berhasil kutemukan. Sebagian besar tercecer akibat berpindah-pindah tempat tinggal. Kupikir banyak yang tertinggal di Jakarta ketika masih berdomisili di sana (2004-2006). Tapi tak apalah, yang penting ada, agar rasa penasaran temanku yang satu ini terjawab. Dan aku tidak selalu ditagih setiap kali bersua dengannya.

Putih-Merah

Satu-satunya foto yang tersisa ketika masih duduk di SDN No.100 Makale


Putih-Biru


Putih Abu-abu











Beberapa kegiatanku ketika masih duduk di SMAN 276 Makale (SMA I Makale)


Kampus Ungu



~ Baliho

By : Titi Yuliaty

Harap maklum, jika menjelang pilpres tahun 2009, dan pemilihan wakil-wakil rakyat baik di pusat pun di daerah terjadi "perang '' baliho di mana-mana. Orang berlomba-lomba memasang baliho dirinya di daerah pemilihannya masing-masing. Tidak terkecuali di kotaku. Dari poros jalan protokol hingga ke gang-gang sempit dipenuhi dengan baliho-baliho para kandidat. Ada yang memasang gambar dirinya dilengkapi jabatan dalam partai dan nomor urutnya. Ada pula yang mungkin lebih pe-de jika mengikutsertakan gambar ketua atau penasehat partainya dari pusat. Bahkan ada yang menampilkan foto keluarganya yakni ayah, ibu dan anak. Baliho, sungguh-sungguh menjadi iklan politik.

Sebenarnya wajar dan sah-sah saja, asalkan tidak mengganggu pemandangan dan keindahan kota, apalagi membuat kesembrawutan di jalan-jalan. Namanya saja baliho. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia baliho berarti publikasi yang berlebih-lebihan ukurannya agar menarik perhatian masyarakat (biasanya dengan gambar besar di tempat-tempat ramai). Jadi gak salah bukan? Tetapi menjadi aneh jika daerah pemilihan sang kandidat di Provinsi A, balihonya dipasang di Provinsi B. Bukankah baliho itu dipasang untuk memperkenalkan/ mempromosikan sang kandidat kepada khayalak? Bukankah melalui baliho itu terjalin komunikasi non verbal kepada orang banyak? Dengan kata lain, melalui baliho, tersirat makna , "Ini lho, aku dari partai X nomor urut C nama NN. Pilih aku ya." Paling tidak itu yang aku tangkap sebagai salah satu dari sekian banyak komunikan. Lalu kalau balihonya dipasang di daerah yang bukan daerah pemilihannya kan jadinya mubasir.

Tapi yang ini, benar-benar terjadi. Di kotaku, selain baliho para kandidat, termasuk cawali dan cawawali, cawara tingkat pusat, provinsi dan kotamadya, juga diramaikan oleh baliho yang memuat gambar Barack Obama sang kandidat Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat. Konon kabarnya ada 320an baliho yang memuat gambar beliau, dengan berbagai jenis ukuran. Menurut berita terakhir yang kudengar dari Radio Venus, sang pemprakarsa mensponsorinya sebagai bentuk dukungannya kepada Obama terhadap salah satu point dari rencananya jika kelak terpilih menjadi Presiden AS yakni menarik mundur pasukan AS dari Irak. Salut!!! Tapi apa Om Barack tau gak ya klo balihonya juga menghiasi jalan-jalan protokol di kotaku. Hmmmm...... .




~ Shiro

Titi Yuliaty M.

Di rumah
Kurang lebih dua bulan yang lalu, kami kedatangan angota baru. Kehadirannya membawa sukacita bagi seisi rumah, terlebih khusus bagi ke empat cahaya hatiku. Setiap hari sepulang sekolah, mereka selalu berbagi canda dengannya. Memang lucu dan manis. Juga menggemaskan. Dengan rambutnya yang putih lebat, ia berlenggak-lenggok ke sana ke mari, mengundang perhatian orang.

Tapi sudah tiga hari belakangan ini, ia kelihatan lemas dan loyo. Tidak bernafsu saat disapa, pun ketika diberi makanan. Sepertinya ia sakit. Namun itu baru dugaanku saja. Tadi sore, ketika aku masih di tempat KRT, putra sulungku menelpon. Sambil tertahan ia menyampaikan kondisi terakhirnya; bahwa keadaannya sangat memprihatinkan. (Maklum, dari keempat cahaya hatiku, dialah yang paling dekat dengan Shiro). Tanpa menunggu kepulanganku, ia berinisiatif membawanya ke rumah temannya, tempat dimana ia mengambilnya. Tentu dengan harapan kalau-kalau sang teman dapat menolong. Beberapa temannya yang lain juga dihubunginya, tetapi tetap tak ada solusi.

Saat aku tiba di rumah,kulihat ia sudah memberinya kuning telur, gula merah dan air kelapa. Sebagai pertolongan pertama. Entah darimana resep itu diperolehnya, aku juga tidak tahu. Tak ketinggalan minyak telon dan minyak tawon dogosokkannnya pada seluruh badannya.

Keesokan harinya, ku coba memberikan lodia dan amoxilin dengan harapan ia tidak buang-buang air lagi, ttp tampaknya tidak mempan.
Tadi sore sulungku membawanya ke dokter, setelah beberapa hari mencari tahu alamat dan tempat praktek. Dokter lalu menuliskan resep obat yang harus ditebusnya di apotik. Ada empat item obat, antara lain promag dan antibiotik. Menurut diagnosa dokter, kemungkinan besar Shiro bermasalah di seputar pencernaan. Mungkinkah karena si mbak memberinya “makanan umum”? atau jangan-jangan memang ia masuk angi?

Di apotik
Sungguh, aku tahu kalau menunggu, adalah pekerjaan yang paling membosankan. Namun karena kerinduannya yang besar agar Shiro sembuh, sulungku tetap tenang menunggu giliran dipanggil untuk mengambil obatnya. Ketika nama “Anjing Shiro” dipanggil, tanpa beban ia beranjak dari tempat duduknya, mengambil obatnya, lalu pergi meninggalkan apotik diiringi keheranan dan raut kebingungan sesama pengantri. Kalau boleh kutebak, mungkin dalam benak mereka menari-nari pertanyaan: “Adakah anak seganteng sulungku bernama seperti itu?”

Di rumah lagi
Hari ini, suasana rumah telah kembali ceria. Shiro sudah sembuh dari sakitnya.Terapi kuning telur 3 X 1 sehari rupanya mujarab. Ia sudah mulai lahap menyantap pedigreenya. Si mbak juga sudah memberinya lagi “makanan umum” (nasi lembek dicampur daging ayam). Terlebih setelah Capt memandikannya tadi siang. Sulungku tak lagi kelihatan bersedih. Ia sudah kembali bermain-main dengan Shiro-si pudel putihnya. Berkejar-kejaran di halaman rumah hingga ke kolam renang. Berbagi suka berbagi canda bersama dengan ke empat cahaya hatiku.

Melihat keceriaan mereka, terbersit asa dalam benakku, betapa indahnya andai saja semua ciptaan dapat berbagi keceriaan dan sukacita seperti mereka.
Akh, Shiro, kau telah kembali menebar pesonamu. Adakah juga setiap insan dapat "menebar pesona" bagi sesamanya? Wallahualam.

~ Elegi Manis


Kota Pakarena, 24 Agustus 2007


                              Untuk yang terkasih
               "Bunda Ny. Arita Tomasoa-Lande"


Alangkah indahnya ombak di laut lepas.
Mengalun lembut menampar bibir pantai Losari
Beriang mengusung buih-buih putih.
Menyampaikan salam kepadamu kekasih

Burung-burung camar, terbang meliuk dengan indahnya,
memamerkan sayap-sayap terbuka, bagaikan rangkaian kipas,
menukik, bercumbu dengan buih-buih putih
kepingan kayu cendana, riang bercanda dengan birunya air samudara

Oh, simak senandung mereka
Maknai jerit lembut suara mereka
Buka pintu hatimu sesaat Bunda,
Menyambut salam mereka

Himbau sayup suara terdengar
Di pagi sepi ini, bersama terbitnya sang bagaskara
Kami menyampaikan elegi manis
Tersalut dalam bahagia
Bagimu Bunda



                   Selamat Hari Ulang Tahun ke-84
                            Tuhan bersamamu selalu"

Dari:
Ny. Sarah Karangan Sampetoding







~ Rutan

Titi Yuliaty Mangape

Medio, Nop 2007

          Pengalaman yang sangat berharga seringkali datang tanpa disadari. Tak pernah terbersit, bahwa perkunjungan kami ke Rutan, akan
 menyisahkan perenungan tersendiri bagiku. Berawal dari ngantarin teman menjenguk suaminya. Aku menyaksikan sisi lain kehidupan dari para narapidana. Klo soal yang “satu itu” kupikir bukan rahasia umum lagi. Akan tetapi yang "satu ini", mungkin luput dari pengamatan banyak orang, ataukah orang berkata “ah itu mah biasa.” Namun demikian, bagi aku sendiri, itu luar biasa. (Mungkinkah karena aku baru pertama kali berkunjung ke Rutan?)
          Kami tiba di lokasi kira-kira pukul 09.00 WITA.
Setelah pemeriksaan Kartu identitas diri dalam hal ini KTP, kami dibukakan pintu I. Di pintu ke II, kami diberi tanda pengenal pengunjung dan dipersilahkan untuk menitipkan HP. Pintu ke III giliran bawaan yang diperiksa beserta seluruh badan. Dalam tas teman aku, didapatin sebuah gunting yang secara tidak sengaja terbawa dari gereja tadi. Tentu saja gunting itu disita. Aku sendiri diperiksa seluruh badan oleh seorang petugas wanita (iiihh, geli juga dipegang-pegang). Barulah sesudah itu kami diperkenankan menunggu di ruang tunggu.
          Sembari menunggu suami teman yang dijemput petugas, iseng-iseng, aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan tunggu yang tidak terlalu besar itu. Mataku menangkap
berbagai pola tingkah laku manusia. Di pojok sana, seorang ibu bermesraan dengan suaminya. Di pojok sini hal yang sama terjadi. Di tempat lainpun demikian adanya. Tanpa malu dan tanpa sungkan. Adakah mereka meluapkan kerinduan??? Walahualam. Tiba-tiba terdengar isak-tangis tertahan, tidak jauh dari tempat kami duduk bersama suami teman yang sudah datang. Di tengah kebingunganku, suami teman nyeletuk, “Itu bukan istrinya, tetapi……” Ha?! Saat kulirik kembali, mereka sudah bermesraan lagi. Ck, ck, ck, aneh!? Beberapa meter di hadapan kami, orang-orang duduk melantai dengan santai dan makan bersama. (Mengingatkan aku akan suasana piknik). Ketika kutanya soal itu, kata suami temanku, “Soalnya klo dibawa masuk bilik, bungkusnya belum dibuka, sudah habis diserbu.”
          Di sisi lain aku melihat seorang ayah dengan serius menasehati putrinya. Hal yang sama dilakukan pula oleh seorang ibu kepada putranya yang kebetulan duduk sebangku. Dan banyak hal lain lagi yang tertangkap oleh indra penglihatan. Belum sempat terurai satu persatu, lonceng tanda berakhir jam besuk, berbunyi. Kami pulang dengan membawa beberapa bingkai foto karya suami teman. Saat keluar dati ruang tunggu, berdiri beberap orang yang berpakaian putih. Ternyata mereka adalah orang-orang yang perkaranya akan disidangkan hari itu.
Setelah mengambil HP di tempat penitipan barang dan mengembalikan tanda pengenal, kami kembali ke mobil dan terus ke gereja. Dalam benak masih muncul berbagai pertanyaan di seputar sekelumit realitas yang baru saja aku saksikan. Yang paling kuat tertanam dalam adalah sorotan mata mereka, ada ASA terpancar dari sana. Aku teringat kata-kata Pdt Rasid Rachman melalui tulisannya dalam Bahana beberapa tahun lalu, “SPIRITUALITAS BUKANLAH SETUMPUK TEORI MELAINKAN PERBUATAN BERMAKNA BAGI ORANG LAIN.” Ah, mungkinkah mereka juga sedang menantikan perbuatan bermakna dari kita? ASA.