"Pergumulan tidak akan pernah sirna, akan tetapi HARAPAN selalu menguatkan manusia untuk menata hidup yang lebih baik."

Terimakasih atas kunjungan anda.

Halaman

~ Rutan

Titi Yuliaty Mangape

Medio, Nop 2007

          Pengalaman yang sangat berharga seringkali datang tanpa disadari. Tak pernah terbersit, bahwa perkunjungan kami ke Rutan, akan
 menyisahkan perenungan tersendiri bagiku. Berawal dari ngantarin teman menjenguk suaminya. Aku menyaksikan sisi lain kehidupan dari para narapidana. Klo soal yang “satu itu” kupikir bukan rahasia umum lagi. Akan tetapi yang "satu ini", mungkin luput dari pengamatan banyak orang, ataukah orang berkata “ah itu mah biasa.” Namun demikian, bagi aku sendiri, itu luar biasa. (Mungkinkah karena aku baru pertama kali berkunjung ke Rutan?)
          Kami tiba di lokasi kira-kira pukul 09.00 WITA.
Setelah pemeriksaan Kartu identitas diri dalam hal ini KTP, kami dibukakan pintu I. Di pintu ke II, kami diberi tanda pengenal pengunjung dan dipersilahkan untuk menitipkan HP. Pintu ke III giliran bawaan yang diperiksa beserta seluruh badan. Dalam tas teman aku, didapatin sebuah gunting yang secara tidak sengaja terbawa dari gereja tadi. Tentu saja gunting itu disita. Aku sendiri diperiksa seluruh badan oleh seorang petugas wanita (iiihh, geli juga dipegang-pegang). Barulah sesudah itu kami diperkenankan menunggu di ruang tunggu.
          Sembari menunggu suami teman yang dijemput petugas, iseng-iseng, aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan tunggu yang tidak terlalu besar itu. Mataku menangkap
berbagai pola tingkah laku manusia. Di pojok sana, seorang ibu bermesraan dengan suaminya. Di pojok sini hal yang sama terjadi. Di tempat lainpun demikian adanya. Tanpa malu dan tanpa sungkan. Adakah mereka meluapkan kerinduan??? Walahualam. Tiba-tiba terdengar isak-tangis tertahan, tidak jauh dari tempat kami duduk bersama suami teman yang sudah datang. Di tengah kebingunganku, suami teman nyeletuk, “Itu bukan istrinya, tetapi……” Ha?! Saat kulirik kembali, mereka sudah bermesraan lagi. Ck, ck, ck, aneh!? Beberapa meter di hadapan kami, orang-orang duduk melantai dengan santai dan makan bersama. (Mengingatkan aku akan suasana piknik). Ketika kutanya soal itu, kata suami temanku, “Soalnya klo dibawa masuk bilik, bungkusnya belum dibuka, sudah habis diserbu.”
          Di sisi lain aku melihat seorang ayah dengan serius menasehati putrinya. Hal yang sama dilakukan pula oleh seorang ibu kepada putranya yang kebetulan duduk sebangku. Dan banyak hal lain lagi yang tertangkap oleh indra penglihatan. Belum sempat terurai satu persatu, lonceng tanda berakhir jam besuk, berbunyi. Kami pulang dengan membawa beberapa bingkai foto karya suami teman. Saat keluar dati ruang tunggu, berdiri beberap orang yang berpakaian putih. Ternyata mereka adalah orang-orang yang perkaranya akan disidangkan hari itu.
Setelah mengambil HP di tempat penitipan barang dan mengembalikan tanda pengenal, kami kembali ke mobil dan terus ke gereja. Dalam benak masih muncul berbagai pertanyaan di seputar sekelumit realitas yang baru saja aku saksikan. Yang paling kuat tertanam dalam adalah sorotan mata mereka, ada ASA terpancar dari sana. Aku teringat kata-kata Pdt Rasid Rachman melalui tulisannya dalam Bahana beberapa tahun lalu, “SPIRITUALITAS BUKANLAH SETUMPUK TEORI MELAINKAN PERBUATAN BERMAKNA BAGI ORANG LAIN.” Ah, mungkinkah mereka juga sedang menantikan perbuatan bermakna dari kita? ASA.

1 komentar:

Rasid Rachman mengatakan...

Bravo, Ti. Teruskan menyalin, menulis, dan mempublikasikan pengalaman dan refleksinya.

Posting Komentar