"Pergumulan tidak akan pernah sirna, akan tetapi HARAPAN selalu menguatkan manusia untuk menata hidup yang lebih baik."

Terimakasih atas kunjungan anda.

Halaman

~ Persahabatan

Oleh : Titi Yuliaty M./BY

Dering telepon di ujung malam, memaksaku bangkit dari peraduan. Kusingkapkan selimutku dan dengan menahan kantuk, kuangkat gagang telepon sembari memberi salam: “Halo, Selamat malam!” Terdengar derai tawa dengan intonasi suara baritone yang dalam & khas, dari ujung sana menjawab sapaanku. “Dug”, hatiku berdetak. Rasanya suara ini pernah akrab di telinga. Sekalipun ,sekian purnama tak pernah lagi terdengar. "Pikirku, engkau telah melupakan sahabat lama;" Sebuah pernyataan merajuk dalam penantian yg usang. "Lupakah engkau?" tanyaku, menampar ujung salamnya. Tak mau kalah ia berujar, “Sengaja, agar rasa kangen menumpuk, barulah diletuskan." Konyol! Sifatnya yang satu ini, sepertinya tak pernah hilang dari kehidupannya.

Tak terasa 9 tahun sudah jalinan persahabatan itu terajut dengan indah. Setelah dia menikah pun, jalinan persahabatan ini tak jua usai. Sosok bersahaja yang pernah kukenal. Penampilannya biasa-biasa saja. Akan tetapi tegas dalam mempertahankan prinsip dan setia serta teguh memegang janji. Itulah sifatnya yang sampai sekarang pengikat tali persahabatan kami. Sifat yang tak pudar dan tak lekang dimakan waktu. Jujur ku akui; dia adalah sahabat yang sangat ku kagumi.

Saat menyaksikan dirinya menjadi bintang tamu dalam berbagai talk show. Ketika ia wara-wiri menjadi pembicara baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional. Ketika ia berbagi ilmu dan pemikiran kepada berbagai kalangan, sering terlintas dalam benak, mungkinkah ia telah melupakan jalinan persahabatan ini? Hati menjadi gundah.

Kegundahan yang, sering membuatku diayun rasa bimbang. Kerisauan yang membuat rasa kantuk yang berat kutepis sekuatnya, lalu bangkit menguak jendela kamar.Cahaya bintang menjadi kemayu menyoroti wajahku yang pias oleh bermacam-macam perasaan. Serasa menjadi dungu. Kutatap langit malam, mencari makna. Seulas senyum kudapat dari bulan sabit yang bersinar dengan enggan. Seberkas sinar kelabu mengiringinya, melayari sepinya malam. Kerlap-kerlip bintang menyemarakkan suasana, namun hatiku tetap pilu, tak bersuka menyambut kehadiran mereka. Kalbuku tetap tak dapat diajak beria-ria. Aku semakin merasakan ngilu di relung hatiku. Mungkinkah bahtera persahabatan ini akan karam?

Namun, sapaannya yang akrab di ujung telepon, menjawab semua kekuatiran dan keraguanku. Kegundahanku terjawab sudah. Ia masih sahabatku yang dulu. Meskipun kehidupannya semakin mapan dan karirnya semakin matang, tidak membuatnya lupa kepada seorang sahabat. Ia tetap mengingatku sebagai sahabatnya, meskipun aku hanyalah bahagian dari akar rumput. Benar, ujar bijak Salomo: "Seorang sahbat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran." Amsal 17:17. Ahh... selalu ada asa.

Kuarahkan bola mataku kembali ke atas kerlap-kerlip gemintang di langit. Sesaat kemudian, jendela kamar kututup. Dengan perlahan dan tenang aku berlutut menghadap Sang Khalik, seraya berucap: "Trimakasih Tuhan atas semua kasih sayang dan bimbinganMu. Trimakasih Tuhan untuk kehadiran seorang sahabat sejati. Amin"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar