"Pergumulan tidak akan pernah sirna, akan tetapi HARAPAN selalu menguatkan manusia untuk menata hidup yang lebih baik."

Terimakasih atas kunjungan anda.

Halaman

~ 'Transport'

By : Titi Yuliaty Mangape

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, transport artinya angkutan. Maka ketika seseorang bertanya: "Berapa ongkos transport barang-barang itu?" Maka pastilah yang dimaksud adalah biaya angkutan barang-barang itu. Tetapi entah mengapa, ketika kata ini mulai diadopsi oleh aktivis-aktivis gereja, terjadilah pergeseran makna.

Memang banyak kesimpangsiuran di seputar hal itu, akan tetapi dominan orang memaknainya sebagai "pengganti lelah" atau "ongkos capek." Walaupun masih ada beberapa yang mengartikannya betul-betul sebagai pengganti ongkos dari transportasi (angkutan) yang digunakannya dalam pelayanan, entah ketika memimpin ibadah, mengantar kelompok pelawat saat lawatan dll. Kelompok terakhir ini, biasanya mengembalikan uang yang masih tersisa dari ongkos transport tersebut ke dalam kas. Akan tetapi ada pula yang memaknainya sebagai bentuk ungkapan terimakasih atas setiap pelayanan; sehingga lebih atau kurang, sama saja-Terimakasih. Apapun pengertiannya, yang pasti UUD (Ujung-ujungnya Duit).

Karena pergeseran makna ini, maka tidak heran jika dalam setiap rapat RAPBJ di awal tahun, masalah transport ini selalu menyita banyak waktu, banyak perhatian dan banjir interupsi. Kerancuan pemahaman dan ketidaksamaan persepsi, kian memperumit. Akibatnya, pengesahan RAPBJ seringkali berlarut-larut, molor,menyita waktu berhari-hari dan amat sangat melelahkan.

Berbicara di seputar "transport" ini, memang rada-rada pelik. Ada orang yang memasang tarif pelayanannya. Jika tarif itu tdk mampu dijangkau, maka pelayanan pun batal demi tarif.
Pernah terjadi, seorang pelayan yang memimpin sebuah acara KKR, mengembalikan kembali "transport" yang diterimanya. Bukan sebagai wujud simpati atau kepedulian kepada warga jemaat yang dilayaninya yang nota bene sumber pendapatannya sangat rendah alias miskin, melainkan karena nilai "transportnya" itu kurang (menurutnya), sehingga perlu ditambah sebelum diserahkan kembali kepadanya.
Aku pun pernah merelakan gajiku dipotong sebagian, untuk menomboki "transport" atau lebih tepatnya ongkos cuap-cuap 2 sesi, bagi sahabatku yang menjadi nara sumber, dalam seminar sehari yang dilaksanakan di tempatku beberapa waktu yang lalu.

Banyak yang kecewa, ketika menerima "transport" yang tidak sebanding/sesuai (menurutnya) dengan apa yang sudah dilakukannya. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang tetap tersenyum kala mereka diberi "transport" dalam ungkapan kata terimakasih yang tulus dari orang-orang yang dilayaninya. Pun ketika mereka pulang dengan sanglampa pa'piong saja.

Dilematis memang, dalam memaknai "transport" ini. Sebab jika semua sudah dihitung-hitung dari seberapa banyak rupiah yang mengalir ke dalam kantong kita, apakah lagi makna pelayanan itu. Padahal Tuhan Yesus bersabda: "Carilah dahulu kerajaan Allah, maka semuanya akan ditambahkan padamu....." Tetapi jangan pula pelayanan jadi terbengkalai karena ongkos angkutan tidak ada.

Tak dapat dipungkiri jikalau"transport" memang perlu (dan juga penting), akan tetapi sekiranya mungkin, janganlah itu menjadi "batu penghalang" dalam melayani. Sebab jika pelayanan sudah diukur dari seberapa banyak "transport", maka terbengkalailah jiwa-jiwa yang merindukan pelayanan itu, namun tidak mampu memberi "transport" yang sesuai. Karena itu, dibutuhkan kepekaan dari setiap yang terlibat di dalamnya, baik para pelayan pun para terlayan. Semoga kasihNya tidak menyurutkan kita dalam melayani Dia hanya karena persoalan "transport" semata. Asa.


Sanglampa pa'piong adalah satu ruas batang bambu yang beirisi irisan daging atau ikan, daun mayana dan lain-lain dan dimasak dengan cara "dipanggang". Merupakan makanan khas dari kampungku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar