"Pergumulan tidak akan pernah sirna, akan tetapi HARAPAN selalu menguatkan manusia untuk menata hidup yang lebih baik."

Terimakasih atas kunjungan anda.

Halaman

~ Sang Penjaga


Sore itu, angin bertiup agak kencang. Kilat menyambar-nyambar di tengah gelegar sang guntur. Kulirik jam tanganku, astaga, hampir magrib. Kupercepat ayun langkahku. Sebentar lagi aku akan melewati pohon itu. Degup jantungku kian terasa, darahku berdesir dan seluruh bulu kudukku berdiri. Aku merinding. Memang bukan rahasia umum lagi tentang keberadaan pohon itu. Sebenarnya pohonnya sendiri tidaklah masalah. Hanyalah sebatang pohon sukun yamng sudah tua. Tetapi cerita yang berkembang di seputar pohon itu, tak ayal membuat aku ketar-ketir.


Maklum saja, menurut bisik-bisik tetangga, konon pohon itu terkenal angker. Banyak penjaga di sekelilingnya. Makhluk-makhluk halus sejenis tuyul, kuntilanak, jin, wewe gombel dan lain-lain berkeliaran di tempat itu. Mungkin karena tumbuhnya di lokasi ex BKIA, maka makin berkembanglah ceritanya. Masih kata mereka, yang banyak "berkeliaran" di seputar pohon itu adalah kuntilanak yang berwujud seorang ibu (iiiihhhhh...). Kadang-kadang pula terdengar tangisan bayi atau seorang wanita yang terisak-isak, walau tak ada siapa-siapa di sana.


Kutatap ke atas, mega hitam, kian menggelayut, seakan tak kuat lagi menyanggah tubuhnya. Sepertinya, ia ingin segera menghempaskannya ke mayapada ini, agar bebannya menjadi ringan. Sang dewi malampun tak mau menampakkan paras eloknya. Kuayunkan langkahku secepat aku bisa. Upss, akhirnya tiba juga di rumah. Aku menghembuskan nafasku kuat-kuat. Seakan-akan dengan melakukan itu, beban ketakutannku turut terhembus.


Di luar sana, desiran angin kian kencang; ditingkahi kilatan kilat yang menyambar-nyambar. Dan byuuurr.... hujanpun turun dengan derasnya. Aku meneguk segelas air hangat. Gluk...gluk...gluk..., ah, tubuhku kembali menghangat. Ketakutan-ketakutanku, pulih sudah. Bayangan sang penjaga perlahan-lahan berlalu.


Peristiwa ini, hanyalah cerita masa kecilku 25 tahun yang lalu di kampung halamanku. Sebuah kota kecil di atas ketinggian.
Sekarang, jika aku berjalan melewati pohon itu, aku tak takut lagi. Bukan karena aku sudah "besar" dan tinggal di kota pula, namun karena penjaga-penjaganya sekarang sudah semakin hebat. Jika dulu dalam benakku, penjaga-penjaga itu bertampang sangar dan mengerikan, maka sekarang tampang-tampang mereka justru keren habis. Pintar-pintar pula. Menebar pesona, kepada siapa saja yang melewatinya. Dengan senyuman khas masing-masing, mereka betah menjadi sang penjaga. Ya... senyum-senyum calon legislatif.

Tetapi itu tidak penting bagiku. Yang lebih penting dan lebih utama, mengapa sekarang aku tak takut lagi ketika berjalan melewati rindang dan lebatnya ataupun kering dan kerontangnya "pepohonan hidup" ini. Karena aku mempunyai "Penjagaku" sendiri. Aku tahu, Ia takkan membiarkan kakiku goyah, dan Iapun tidak akan terlelap menjagaiku. Ia setia menjaga keluar masukku dari sekarang sampai selama-lamanya (Mazmur 121 :1-8). Trimakasih "Sang Penjagaku." Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar