"Pergumulan tidak akan pernah sirna, akan tetapi HARAPAN selalu menguatkan manusia untuk menata hidup yang lebih baik."

Terimakasih atas kunjungan anda.

Halaman

~ Dari Rumah Sakit ke Rumah Sakit

Jumat, 30 Mei ‘08
Sesuai janji yang kami buat dengan Prof, pukul 08.00 pagi, kami sudah berada di Rumah Sakit. Setelah mengurus administrasi dan tetek bengek lainnya, kami dibawa ke ruang perawatan anak Dahlia diiringi pertanyaan cahaya hatiku, “Mama, mengapa aku dibawa ke Rumah Sakit, padahal aku tidak sakit?” “Mengapa aku harus tinggal di sini?” Pertanyaan lugu dan polos, tetapi sangat menohokku. Namun kucoba memberinya jawab semampuku agar dia mengerti. Walaupun butuh waktu.
Aku mengerti mengapa muncul pertanyaan seperti itu dari bibir kecilnya, sebab sampai hari Kamis kemarin ia masih ke sekolah. Mungkin ia merasa tidak ada yang bermasalah dengan dirinya, mengapa tiba-tiba harus dirawat inap di Rumah Sakit.

Ini adalah Rumah Sakit pertama, cahaya hatiku ,menerima perawatan selama 6 hari . Semenjak dirawat di tempat ini, banyak sudah dukungan yang diberikan oleh saudara-saudara, sahabat-sahabat, jemaat-jemaat, guru-guru dari sekolah tempat cahaya hatiku menuntut ilmu, teman-teman kelasnya beserta orangtua-orangtua mereka. Berbagai bentuk perhatian, doa, dukungan dan kepedulian serta cinta kasih dicurahkan bagi kami

Lawatan melalui kehadiran mereka di Rumah Sakit baik di Makassar, Jakarta pun di Singapore. Juga yang berupa telepon, sms dan email. Baik yang mencarikan informasi pun yang membantu dalam bentuk-bentuk yang lain, mengingatkan kami, bahwa sesungguhnya kami tidak sendirian menghadapi pergumulan ini. Kedatangan mereka dari berbagai gereja seperti GT Jemaat Tallo, Jemaat Tamalate, Jemaat Rama dan tentu Jemaat Bawakaraeng, menguatkan kami. Kehadiran rekan-rekan pendeta, guru-guru SDH-Makasar tempat cahaya hatiku menuntut ilmu, teman-teman kelasnya beserta orangtua-orangtua mereka, sungguh-sungguh mensuport kami. Kepada semua pihak, terucap terimakasih yang tulus dari kami sekeluarga, kiranya tali kasih yang telah terajut di antara kita semakin dipererat oleh cinta kasih Tuhan.

Kamis, 5 Juni ‘08
Seizin Prof yang merawatnya di Makassar, kami membawa cahaya hatiku ke Jakarta. Tentu dengan harapan bahwa penanganan di Jakarta akan lebih baik oleh karena peralatannya pastilah lebih lengkap dan lebih canggih dibandingkan dengan yang dimiliki Rumah Sakit – Rumah sakit di Makassar. Dengan harapan itu pula kami mempersiapkan hati dan diri. Pukul 06.00 pagi rekan-rekan Majelis Gereja dari Jemaat Bawakaraeng tiba di Rumah Sakit. Mereka datang mendoakan dan melepaskan kami sebagai wujud kebersama-samaan dan kepedulian selaku sesama rekan kerja. Kami berangkat ke bandara Hasanuddin pukul 06.30 setelah cairan infusnya dicabut.

Pukul 09.00 WIB, kami tiba di bandara Sukarno-Hatta dan dari bandara kami langsung menuju ke Rumah Sakit, tempat surat rujukan ditujukan. Dukungan teman-teman dokter di Makassar melalui relasi mereka di Jakarta, sangat menolong kami. Tiba di Rumah Sakit, tempat (kamar) perawatan sudah tersedia, sehingga kami tinggal masuk. Di Rumah Sakit ini, cahaya hatiku dirawat 11 hari di ruang perawatan PTK. Perhatian dan cinta kasih serta doa dari kerabat dan handai taulan, teman-teman pendeta juga kami rasakan dan alami di tempat ini. Melalui Warta Jemaat Gereja Toraja Klasis Pulau Jawa, kami mendapat dukungan doa dari banyak orang.

Pemeriksaan dilakukan dari awal lagi. Tetapi hasilnya tetap dalam diagnosa awal, “gagal ginjal”. Persoalan mengapa sehingga fungsi ginjal itu sangat menurun, diperkirakan hanya 20-25% saja, tetap tidak terdeteksi. Menurut Dokter yang merawatnya, semua cara untuk mengetahui penyebab suatu ginjal tidak berfungsi dengan baik yang dimiliki oleh Rumah Sakit tersebut, sudah dilakukan bahkan sampai “foto nuklir” akan tetapi indikasi itu tidak juga ditemukan. Masih menurut beliau, “Pengobatan yang dilakukan di rumah sakit ini bukanlah untuk menghilangkan penyebab, tetapi mengobati akibat dari penyebab itu. Dan jika itu saja yang bisa dilakukan, di rumahpun hal yg sama bisa dibuat” Lagi katanya: “Masih ada satu cara, jika orang tua tidak keberatan, yakni biopsi, tetapi itupun belum bisa dipastikan apakah penyebabnya akan dapat diketahui (masih fifty-fifty).” Dug! Jantungku berdenyut kencang, keringat dingin membasahi tubuhku. Aku tak mampu lagi menahan air mataku. Sayup kudengar kata beliau menanggapi permintaan capt akan dokter yang mungkin beliau bisa rekomendir: “Kalau memang ada keinginan membawanya ke luar negeri, saya sarankan di bawa ke Australia atau Singapore yang terdekat, karena di negara-negara ini perlatan mereka jauh lebih lengkap (dan jauh lebih canggih)dari yang kita punyai. Di Singapore ada seorang dokter yg saya rekomendir , namanya Prof Yap Hui Kim di NUH Singapore.”

Pikirku, tidak ada jalan lain, aku harus membawanya ke Singapore. Sekalipun belum pernah menginjakkan kaki di negri ini, namun harapan untuk kepulihan cahaya hatiku memaksaku untuk membuang jauh-jauh rasa kuatir, taku, gelisah dan bimbang yg seringkali mendera bathinku. Semua informasi yang kuperoleh, baik dari teman-teman di Makassar pun teman-teman di Jakarta kutindak lanjuti. Bersama capt-ku, kucoba menghubungi beberapa nomor telepon yang diberikan , sayang kebanyakan diantaranya adalah agen. Namanya juga agen, tentulah butuh biaya ekstra. Memang melalui agen pastilah lebih memudahkan, apalagi bagi kami yang baru pertama kali ke negri Marlion ini. Akan tetapi demi pengiritan biaya, kami mengambil keputusan untuk berangkat sendiri. Kami tertolong ketika seorang teman di Jakarta memberikan nomor telepon sekertaris Prof di Depertement of Pediatric NUH. Dan melalui sekertaris ini, kami membuat apoitmen dengannya. Jadilah kami datang ke Singapore pada hari Senin, 16 Juni ’08 sebgaimana permintaan beliau.
Jika orang lain memakai agen (yang memang banyak di Jakarta), kami mengandalkan “Agen Tunggal” kami, sebab kami yakin dan percaya hanya Dia yg pasti menolong dan tidak akan pernah menyia-nyiakan kami.

Senin, 16 Juni ‘08
Setelah membuat apoitmen dengan Prof Yup melalui telepon, maka Senin dinihari kira-kira pukul 03.00 kami keluar dari Rumah Sakit di Jakarta menuju bandara Sukarno Hatta untuk terus ke Singapore. Dari Changi airport kami langsung ke NUH lengkap dengan kopor-kopor, bantal dan selimut. Berbekal surat rujukan dari dokter yg merawatnya di Jakarta, kami tidak mendapatkan kesulitan yang berarti. Apalagi memang sudah ada apoitmen. Tenaga medis di Rumah Sakit ini, mempunyai kepedulian yang tinggi. Mereka sangat proaktif dalam memberi pelayanan termasuk kepada kami.
Satu hal yang pasti, “Agen Tunggal” kami memangg luar biasa. Ia mengutus siapapun untuk menolong kami. Dan umumnya adalah mereka yang belum mengenalNya secara pribadi. Pertolongan yang tidak dibatasi oleh ras, agama, suku, negara dan golongan. Bagiku, ini adalah sebuah mujizat
Dalam menjalin relasi dengan orang lain, tentu faktor utama adalah bahasa dan komunikasi . Untuk hal yang satu ini aku agak “kagok” selain karena perbendahaaraan bahasa Inggrisku yang pas-pasan, aksen Inggris-Singapore memaksaku menggunakan semua kemampuan yang kumiliki dalam mencoba memahami makna dari setiap ungkapan. Beruntung sulungku bisa menjembatani, sehingga jadilah dia transleter bagiku, selama kami di sana, terlebih jika capt kembali ke Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar